Puasa nazar ialah puasa sunnah yang dijadikan nazar oleh seseorang sehingga hukumnya menjadi wajib bagi orang tersebut. Jadi, puasa nazar harus dipenuhi sesuai yang dijanjikan. Namun kalau tidak, apa akibatnya?
Nazar sendiri merupakan kata yang berarti sumpah. Secara istilah, Nahdlatul Ulama (NU) menyebut para ulama fiqih mengartikan ialah kesanggupan untuk melaksanakan ibadah yang bukan wajib, baik secara mutlak maupun dikaitkan dengan sesuatu.
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ
Baca Juga: Qarun, Sepupu Nabi Musa yang Dibuat Supertajir Tapi Superdurhaka Kepada Allah
Artinya: “Siapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut. Barangsiapa yang bernazar untuk bermaksiat pada Allah, maka janganlah bermaksiat kepada-Nya. ” (HR al-Bukhari).
Itulah dalil yang menyatakan adanya nazar dan pentingnya untuk memenuhinya sesuai kebaikan. Hal ini tentunya termasuk puasa nazar.
Contoh ucapan puasa nazar ialah sebagai berikut: “Saya bernazar akan berpuasa Dawud jika lolos wawancara perusahaan.” Dengan nazar tersebut, jika suatu saat orang yang menyebutkannya lolos wawancara perusahaan, maka ia wajib hukumnya berpuasa Dawud meskipun puasa tersebut pada dasarnya sunnah.
Lantas, bagaimana jika kita pada akhirnya tak mampu melaksanakan nazar? Ini penjelasan situs NU.
Konsekuensi
Baca Juga: Deretan Ulah Fir’aun dalam Al-Qur’an, Samakah dengan Jokowi seperti Disebut Cak Nun?
Wajib halnya bagi seseorang untuk melaksanakan puasa nazar jika telah berjanji. Namun, diwajibkan untuk membayar kafarat jika tak mampu memenuhinya, seperti yang dijelaskan dalam ayat yang berarti berikut: