“Bukan dana bagi hasil secara keseluruhan tetapi khusus yang migas. Padahal, menurut dia, klaimnya bahwa wilayahnya dia jumlah minyak yang diambil itu meningkat terus, harga dolar juga meningkat, dan BBM dalam negeri meningkat. Kok, daerah malah enggak dapat hasilnya. Itu esensi pertanyaannya,” tambahnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Muhammad Adil mempertanyakan Dana Bagi Hasil (DBH) minyak di Kepulauan Meranti.
Dirinya mengeklaim bahwa daerahnya memproduksi hingga delapan ribu barel minyak per hari tetapi hanya menerima DBH sebesar Rp 114 miliar berdasarkan hitungan 60 per barel.
Ia pun mendesak Kemenkeu untuk menggunakan perhitungan 100 dolar AS per barel pada tahun 2023.
Setelahnya, stafsus Yustinus menyebut paparan Adil tidak benar dan memintanya memperbaiki kinerja sebagai seorang bupati.
"Jadi, daripada menyampaikan pandangan tak berdasar dan tak sesuai mekanisme kelembagaan, saudara Bupati Meranti seharusnya terus berupaya untuk memperbaiki kinerja dalam pengelolaan anggaran yang masih rendah dan pembangunan di daerah Meranti untuk kesejahteraan masyarakat daerahnya,” ujarnya.
“Kasihan publik dikecoh dengan sikap seolah heroik untuk rakyat. Faktanya, ini manipulatif. Justru [pemerintah] pusat terus bekerja dalam bingkai konstitusi dan NKRI. Mestinya kita tingkatkan koordinasi dan sinergi, bukan obral caci maki. Kami meradang lantaran etika publik menghilang!" pungkas Prastowo.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024