Gus Nadir menyebut yang lebih berbahaya dari kontestasi politik bukanlah politik identitas. Melainkan politisasi identitas yang dimainkan oleh pendukungnya.
“Anda pilih kandidat B karena agamanya (Islam atau Kristen atau lainnya) dalam demokrasi itu sah,” tulisnya.
Namun, lanjutnya, hal yang tak diperbolehkan adalah memaksakan seseorang untuk memilih kandidat tertentu. Misalnya, seseorang yang tak mau sejalan disebut dengan kafir.
“Atau “yang dukung kandidat C maka mayatnya tidak akan dishalatkan” atau “yang tidak mengikuti pilihan anda maka tidak boleh lagi ke gereja anda”. Ini yang tidak boleh,” tulisnya.
Ia pun merevisi sebutan politik identitas dengan politisasi SARA.
Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan