Tradisi yang sudah berjalan di Banyuwangi ini, kemudian merambah ke sejumlah daerah lain di Jawa Timur, mulai dari Malang selatan hingga Kediri.
Para pecinta adu sound ini juga terus bertambah setiap tahunnya.
Tak heran, banyak masyarakat rela merogoh kocek hingga puluhan juta rupiah hanya demi sound sistem yang mereka idolakan. Dulu, sound yang di adu hanya satu lawan satu. Namun saat ini, semakin banyak sound, semakin menggelegar suara yang dihasilkan, itulah pemenangnya.
Namun, fenomena sound horeg yang tengah digandrungi masyarakat, saat ini telah dilarang dan dibatasi.
Salah satunya, Pemkab Malang yang melarang pelaksanaan karnaval dan parade sound melebihi pukul 23.00 WIB. Tak hanya itu, Pemkab Malang juga melayangkan pelarangan penggunaan sound system dengan intensitas kekuatan suara lebih dari 60 desibel.
Sanksi berupa denda administrasi akan dilayangkan bagi masyarakat yang berani melanggar. Keputusan melarang euforia kegiatan karnaval, cek sound, dan hiburan keramaian ini, tertuang dalam Surat Edaran Nomor 200.1.1/90.81/35.07.207/2023 yang ditandatangani Sekretaris Daerah Kabupaten Malang Wahyu Hidayat.
Bukan tanpa alasan, kerasnya volume sound horeg ini ternyata dapat membahayakan kesehatan, serta merusak lingkungan, dan konstruksi bangunan warga.
Tak hanya merusak pendengaran, volume sound horeg lebih dari 60 desibel, ternyata mampu memecahkan kaca, menggetarkan bangunan, hingga meruntuhkan atap rumah warga.
Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan