Upacara Keduk Beji berlangsung selama lima hari, dimulai pada hari Kamis Kliwon hingga Selasa Kliwon. Ritual ini diawali dengan upacara selamatan panggang tumpeng di rumah para keturunan Tawun.
Pada Jumat Legi, masyarakat dari empat padukuhan berkumpul di Sarehan Sentono untuk melakukan selamatan bersama. Hari Sabtu Pahing didedikasikan untuk membersihkan lingkungan desa dengan acara Gugur Gunung.
Pada hari Senin Wage, gunungan dibuat di halaman Sendang Beji, dan masyarakat mandi bersama dengan Kepala Desa. Selasa Kliwon menjadi puncak acara dengan penyelenggaraan selamatan pagi dan pembersihan Sendang Beji.
Dalam ritual ini, mandi lumpur, penyilepan, dan pemberian sesaji menjadi tahapan-tahapan penting yang menggambarkan rasa syukur dan penghormatan terhadap kekuatan mistis sendang.
Makna Filosofis dan Pendidikan Moral
Keduk Beji tidak sekadar sebuah upacara, melainkan sarat dengan makna filosofis dan pesan moral. Dari segi filosofis, tradisi ini mengajarkan rasa syukur kepada alam dan leluhur serta hubungan erat antara manusia dengan lingkungannya.
Dalam aspek sosial, tradisi ini memperkuat solidaritas sosial dan interaksi antar masyarakat, sekaligus mendorong pelestarian lingkungan dan tradisi adat. Tradisi ini menjadi media untuk mengenang dan menjaga keberkahan sendang yang memberi kehidupan kepada masyarakat.
Melalui Keduk Beji, nilai-nilai kebersihan, penghormatan terhadap leluhur, dan rasa keterhubungan dengan alam disampaikan kepada generasi muda. Warisan budaya ini mempertahankan kesucian dan keberkahan sendang agar tetap mengalir dalam aliran waktu yang terus berubah.
Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan