Menu


Sejarah Keduk Beji: Bentuk Kepedulian Ludrojoyo Terhadap Petani Lokal

Sejarah Keduk Beji: Bentuk Kepedulian Ludrojoyo Terhadap Petani Lokal

Kredit Foto: Pemkab Ngawi

Konten Jatim, Depok -

Ritual Keduk Beji Sendang Tawun, atau dikenal dengan sebutan “Keduk Beji” adalah bentuk penghormatan terhadap Sendang Beji, sumber air yang memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat desa. 

Tradisi ini sudah turun-temurun dilaksanakan oleh penduduk di Desa Tawun, Kecamatan Kasreman, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Bagi mereka, Keduk Beji adalah tradisi sakral yang memiliki kaitan erat dengan kehidupan masyarakat setempat.

Sejarah panjang Keduk Beji ini bermula dari salah satu tokoh legendaris di desa setempat yang menunjukkan kepeduliannya terhadap petani-petani di Ngawi. Berikut ulasan lengkapnya menyadur laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Rabu (23/8/2023).

Baca Juga: Keduk Beji, Tradisi Bersih-bersih Danau dari Ngawi yang Penuh Makna

Sejarah Keduk Beji

Tradisi ini terjalin dengan kisah pada abad ke-15 di daerah Padas, yang sekarang dikenal sebagai Kasreman. Pada waktu itu, seorang pengembara bernama Ki Ageng Metawun menemukan sendang yang kemudian dikenal sebagai Sendang Beji.

Dalam legenda ini, Ki Ageng memiliki dua putra, yakni Seconegoro dan Ludrojoyo. Putra pertama, Seconegoro, menjadi seorang senopati di Mataram, sementara Ludrojoyo tetap tinggal di desa dan memusatkan perhatiannya pada nasib petani. 

Tantangan datang dari posisi sendang yang lebih rendah, membuat para petani mengalami kekurangan air untuk pertanian mereka. Pada hari Kamis Kliwon, Ludrojoyo berusaha mengatasi masalah tersebut dengan melakukan tirakat atau pertapaan di dalam Sendang Beji. 

Akan tetapi, malam itu, suasana menjadi mencekam. Cahaya bulan terhalang oleh awan dan ledakan keras terdengar. Masyarakat setempat berbondong-bondong menuju sendang, hanya untuk menemukan bahwa Ludrojoyo telah menghilang, dan sendang itu sendiri berpindah posisi.

Sebagai bentuk penghormatan kepada Ludrojoyo dan sebagai ungkapan syukur atas pengorbanannya, masyarakat desa Tawun merayakan tradisi Keduk Beji. Upacara ini merupakan cara bagi mereka untuk memelihara kekuatan mistis dalam Sendang Beji dan memohon perlindungan dari kekuatan-kekuatan gaib yang diyakini berkaitan dengannya.

Upacara Keduk Beji berlangsung selama lima hari, dimulai pada hari Kamis Kliwon hingga Selasa Kliwon. Ritual ini diawali dengan upacara selamatan panggang tumpeng di rumah para keturunan Tawun. 

Pada Jumat Legi, masyarakat dari empat padukuhan berkumpul di Sarehan Sentono untuk melakukan selamatan bersama. Hari Sabtu Pahing didedikasikan untuk membersihkan lingkungan desa dengan acara Gugur Gunung.

Pada hari Senin Wage, gunungan dibuat di halaman Sendang Beji, dan masyarakat mandi bersama dengan Kepala Desa. Selasa Kliwon menjadi puncak acara dengan penyelenggaraan selamatan pagi dan pembersihan Sendang Beji. 

Dalam ritual ini, mandi lumpur, penyilepan, dan pemberian sesaji menjadi tahapan-tahapan penting yang menggambarkan rasa syukur dan penghormatan terhadap kekuatan mistis sendang.

Baca Juga: Air Terjun Pengantin Ngawi, Destinasi Wisata dengan Dua Air Terjun Berdampingan: Lokasi, Keunikan, dan Harga Tiket

Makna Filosofis dan Pendidikan Moral

Keduk Beji tidak sekadar sebuah upacara, melainkan sarat dengan makna filosofis dan pesan moral. Dari segi filosofis, tradisi ini mengajarkan rasa syukur kepada alam dan leluhur serta hubungan erat antara manusia dengan lingkungannya. 

Dalam aspek sosial, tradisi ini memperkuat solidaritas sosial dan interaksi antar masyarakat, sekaligus mendorong pelestarian lingkungan dan tradisi adat. Tradisi ini menjadi media untuk mengenang dan menjaga keberkahan sendang yang memberi kehidupan kepada masyarakat. 

Melalui Keduk Beji, nilai-nilai kebersihan, penghormatan terhadap leluhur, dan rasa keterhubungan dengan alam disampaikan kepada generasi muda. Warisan budaya ini mempertahankan kesucian dan keberkahan sendang agar tetap mengalir dalam aliran waktu yang terus berubah.

Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan