Maksum berarti mereka dilindungi oleh Allah SWT dari melakukan dosa besar, kesalahan dalam menyampaikan wahyu, dan perilaku yang bertentangan dengan ajaran agama. Kesucian dan perlindungan khusus ini memastikan bahwa mereka menyampaikan wahyu secara sempurna dan benar kepada umat manusia.
Disalahgunakan Orang-Orang
Sayangnya, doktrin mengenai maksum ini telah disalahgunakan oleh beberapa oknum. Ada keyakinan bahwa pemimpin agama atau imam terbebas dari kesalahan dan dosa, dan bahwa mereka harus diikuti dalam segala situasi.
Baca Juga: Apa Itu Wahyu dalam Agama Islam? Begini Penjelasannya
Padahal, seperti yang sudah dijelaskan di atas, setiap manusia memiliki kelemahan dan dosa. Doktrin mengenai kemaksuman imam ini disebutkan berasal dari aliran Syiah. Berbeda dengan aliran Sunni, Syiah percaya bahwa semua imam memiliki kedudukan yang sama dan setara dengan Nabi Muhammad SAW kecuali dalam hal menerima wahyu.
Oleh karena itu, imam juga dianggap harus menjadi maksum dan suci dari kesalahan, penyimpangan, dan dosa, sebagaimana Nabi Muhammad SAW dan para nabi Allah SWT yang lainnya. Imam Ali RA juga mendapatkan gelar maksum karena dipercaya oleh kaum Syiah sebagai bagian dari imamah.
Baca Juga: Bagaimana Awal Nabi Ibrahim Bertemu dengan Siti Hajar? Ini Penjelasan Ustaz Khalid Basalamah
Untuk meredam paham tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa nomor 11 tahun 2017. MUI menyatakan bahwa meyakini bahwa seorang pemimpin atau imam terbebas dari kesalahan dan dosa serta harus diikuti dalam segala situasi adalah keyakinan yang salah dan haram.