Pengamat kepemiluan meminta agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) menekan jumlah suara tidak sah dalam Pileg 2024. Alasannya, pileg dengan sistem proporsional daftar calon terbuka terbukti menimbulkan banyak suara pemilih yang tidak sah.
Persoalan besarnya suara tidak sah ini mengemuka kembali ketika Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan atas gugatan sistem pemilu, yang putusannya memastikan pemilu tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Dalam berkas putusan tersebut, MK turut memuat keterangan tertulis yang diserahkan KPU RI.
Baca Juga: Ini Tanggapan KPU Terkait Putusan MK yang Bocor
Salah satu isinya ihwal perbandingan jumlah suara tidak sah dalam gelaran pemilihan anggota DPR RI Pemilu 1999 yang menggunakan sistem proporsional daftar calon tertutup dan Pemilu 2019 dengan sistem proporsional terbuka.
Pada Pemilu 1999 dengan sistem coblos partai, jumlah suara sah sebanyak 105.553.708. Sedangkan suara tidak sah sebanyak 3.708.386 atau 3,4 persen dari total pemilih yang menggunakan hak suara.
Kemudian pada Pemilu 2019 dengan sistem yang memungkinkan pemilih mencoblos calon anggota legislatif (caleg) maupun partainya, jumlah suara tidak sah sangat tinggi.
Terdapat 139.972.260 suara sah berbanding 17.503.953 suara tidak sah. Artinya, suara tidak sah mencapai 11,12 persen.
Data dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) juga menunjukkan kenaikan jumlah suara tidak sah sejak pemilu menggunakan sistem proporsional terbuka. Suara tidak sah sebesar 8,8 persen pada Pemilu 2024, naik jadi 14,4 persen pada 2009, lalu turun menjadi 10,6 persen pada 2014, hingga akhirnya naik lagi jadi 11,12 persen pada 2019.
Dosen hukum pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini mengatakan, lantaran Pemilu 2024 sudah dipastikan oleh MK menggunakan sistem proporsional terbuka, maka KPU RI harus menekan jumlah suara tidak sah. KPU harus mengurai kompleksitas teknis pemberian suara supaya pemilih lebih mudah mencoblos.
Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan