Menu


KPU Bantah Tuduhan Masukkan Pasal yang Untungkan Mantan Koruptor untuk Nyaleg  

KPU Bantah Tuduhan Masukkan Pasal yang Untungkan Mantan Koruptor untuk Nyaleg  

Kredit Foto: Antara/Aditya Pradana Putra

Kedua pasal tersebut pada intinya menyatakan bahwa ketentuan masa tunggu 5 tahun tak berlaku bagi mantan narapidana yang mendapatkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik. 

Simulasi terkait ketentuan pengecualian itu tertera dalam Keputusan KPU Nomor 352 Tahun 2023 tentang Pedoman Teknis Pengajuan Bakal Calon Anggota DPR RI dan DPRD.

Baca Juga: Mahfud Peringatkan Kemungkinan Adanya Kecurangan Dalam Pemilu 2024  

Diumpamakan ada seorang mantan narapidana yang dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 3 tahun.  Si eks narapidana itu bebas murni pada 1 Januari 2020. Dia hanya perlu menjalani hukuman pencabutan hak politik selama 3 tahun atau hingga 1 Januari 2023, setelah itu sudah boleh menjadi bakal caleg. Dia tidak perlu mengikuti ketentuan masa tunggu 5 tahun sebagaimana amar putusan MK. 

Menurut ICW dkk, ketentuan pengecualian itu bertentangan dengan amar putusan MK. Mereka pun menuduh KPU memberikan 'karpet merah' kepada eks koruptor. Sebab, banyak eks koruptor akan diuntungkan karena rata-rata narapidana kasus korupsi hanya dijatuhi sanksi pencabutan hak politik selama 3 tahun 5 bulan. 

Ketua KPU RI Hasyim menjelaskan, pasal yang dianggap selundupan itu dibuat dengan berlandaskan pada bagian pertimbangan hukum pada putusan MK. Bagian pertimbangan itu menyatakan bahwa ketentuan masa tunggu lima tahun tidak berlaku bagi mantan narapidana yang mendapatkan hukuman pencabutan hak politik. 

"Kalau kita cermati dalam putusan MK tersebut, itu MK ada pertimbangan, karena ada situasi kan orang juga selain kena pidana, di putusan yang sama juga kena sanksi dicabut hak politiknya untuk dicalonkan. Banyak perkara seperti itu," kata Hasyim. 

Ketentuan pengecualian itu tertera pada bagian pertimbangan putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022 halaman 29. Selain punya landasan, lanjut Hasyim, pasal yang dianggap selundupan itu juga sudah melalui tahapan uji publik, konsultasi dengan pemerintah dan DPR, serta diharmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM. 

"Maka kemudian kalau ada pihak-pihak yang menuduh KPU melakukan penyelundupan hukum, saya kira kita perlu diskusi lagi soal ini. KPU ini kan dalam merumuskan hati-hati, konsultasi sana-sini, berbagai macam pihak," ujar Hasyim.

Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan

Tampilkan Semua Halaman

Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Konten Jatim dengan Republika.