Hal inilah yang menyebabkan amalan harta memiliki perhitungan yang lebih besar. Perhitungan ini pun dijelaskan secara langsung di dalam surat Al-Baqarah ayat 261 yang berbunyi:
مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍ ۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ
Maṡalullażīna yunfiqụna amwālahum fī sabīlillāhi kamaṡali ḥabbatin ambatat sab'a sanābila fī kulli sumbulatim mi`atu ḥabbah, wallāhu yuḍā'ifu limay yasyā`, wallāhu wāsi'un 'alīm
Artinya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
“Jadi, standarnya kalau keluar satu rupiah, kalikan tujuh, kali seratus. Berapa? Tujuh ratus. Nah, tujuh ratus bukan pahala akhir, itu standar,” kata Ustaz Adi.
Baca Juga: Harta Bisa Jadi Amalan yang Datangkan Pahala Luar Biasa
Ustaz Adi juga menjelaskan bahwa kita akan diberikan pahala sesuai perhitungan jika kita menghitung pahala kita. Namun, jika kita tidak menghitung, maka yang terjadi adalah sebaliknya.
“Kalau tidak berhitung, maka Allah melipatgandakan tanpa hitungan bagi siapa yang dikehendaki,” ucap Ustaz Adi.