Sekalipun begitu, tak menutup kemungkinan penjajakan bakal berakhir buntu ketika intensitas komunikasi ditingkatkan untuk membahas siapa pasangan yang bakal diusung. Belum lagi ada upaya membuka ruang bergabungnya PDI Perjuangan yang diyakini bakal mengusung kader sebagai capres.
Kesulitan menentukan capres sejatinya bisa dibaca dari pergerakan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) yang hingga kini belum mendeklarasikan siapa pasangan yang bakal diusung. Padahal masing-masing koalisi sudah memenuhi ambang batas untuk mencalonkan.
Baca Juga: PDIP Ngotot Ingin Posisi Capres Koalisi Besar, Golkar: Gabung Saja Dulu, Baru Bahas Selanjutnya
KIB gabungan Golkar, PAN dan PPP selaku pelopor koalisi hingga kini belum solid menentukan capres. Malahan menyuarakan kandidat eksternal untuk diusung. Situasi serupa juga terlihat dari KIR yang hingga kini belum berani deklarasi capres.
Dengan demikian, sulit membayangkan kedua koalisi melebur menjadi satu untuk menghadapi Pemilu 2024. Pasalnya dibutuhkan figur capres yang dapat diterima seluruh pihak sebagai pengikat atau pemimpin koalisi.
"Kita tahu misalnya Gerindra harga mati Prabowo maju capres, Airlangga harga mati maju capres. Apalagi ada PDIP yang harga mati mengusung capres, PKB juga begitu," jelas Adi.
Situasi ini diyakini bakal bertahan atau bahkan semakin kompleks apabila PDIP memilih untuk masuk dalam barisan. Maka koalisi besar lebih besar peluang batal dibandingkan bakal terbentuk.
"Makanya tidak mengherankan hingga sekarang ini masih sebatas silaturahmi dan penjajakan," kata Adi.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024