Namun, ia pun menyederhanakan ruang lingkup muttafaq alaih sebagai hadits yang disepakati kesahihannya oleh Al-Bukhari dan Muslim karena kitab keduanyalah yang paling sahih.
Mengutip laman Konsultasisyariah, terdapat tiga penggunaan istilah muttafaq alaih oleh para ulama, yakni sebagai berikut:
Baca Juga: Apa Saja Jenis Metode Takhrij Hadits?
- Hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dalam kitab sahihnya
Riwayat Bukhari-Muslim bisa disebut muttafaq alaih jika memenuhi 3 syarat, yakni:
- Haditsnya sama meskipun redaksinya berbeda.
- Sahabat yang meriwayatkan sama.
- Disebutkan dalam kitab shahihnya. Jika diriwayat Bukhari di kitabnya yang lain, seperti kitab Adabul Mufrad, kitab Tarikh atau yang lainnya, maka tidak berlaku istilah muttafaq ‘alaih.
Istilah ini adalah yang umumnya digunakan ulama hadits mutaakhirin.
- Hadits yang diriwayatkan 3 imam: Bukhari, Muslim dalam kitab sahihnya, dan Iman Ahmad dalam al-Musnad
Hal ini merupakan istilah yang dipakai Majduddin Abul Barakat Abdus Salam dalam kitabnya ‘Muntaqa al-Akhbar. Kitab ini menjelaskan as-Syaukani menjadi kitab tebal berjudul Nailul Authar.
- Hadits yang sanadnya sahih, perawinya bebas dari cacat dan penilaian negatif para ulama, meski bukan Bukhari, Muslim, ataupun Imam Ahmad
Baca Juga: Apa Itu Sanad? Silsilah Asal Hadits dan Sejarahnya
Kata lainnya, yakni hadits yang disepakati sahih meski tak diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Adapun, ulama yang menggunakan istilah muttafaq alaih demikian ialah al-Hafidz Abu Nua’im dalam kitab Hilyah al-Auliya.