Persoalan pupuk juga menjadi salah satu yang disoroti Kang Dedi. Sebab pupuk hingga kini selalu menjadi problem turunnya produktivitas terutama bagi petani yang memiliki lahan Garapan kecil. Ia menilai permasalahan tersebut tak akan pernah berakhir jika hulu hingga hilir tidak ditangani secara serius.
“Kita tahu bahwa di balik menurunnya produktivitas ada keuntungan para pedagang yaitu mereka yang senang impor. Sehingga ke depan angka statistik dan anggaran pertanian semestinya diarahkan pada aspek yang menjadi kebutuhan dasar agar kita tidak selalu ngomong dari tahun ke tahun, dari lebaran ke lebaran beras, cabai, itu terus, seolah negeri ini tak pernah bergeser masalahnya dari kebutuhan pokok kita,” ucapnya.
Kembali ke persoalan impor beras, Kang Dedi meminta pemerintah tak buru-buru melakukannya manakala gabah di petani masih tersedia. Ia tak ingin petani terus-terusan menjadi kelompok yang menderita karena kebijakan tersebut.
“Saya sudah menjelaskan apa yang mesti dilakukan pemerintah untuk tidak buru-buru impor manakala gabah di petani masih tersedia. Jangan sampai gabah tersedia tidak diserap, tapi lebih pilih impor. Jangan terjadi peristiwa seperti itu. Karena bagaimanapun tugas negara melindungi petani, tetapi negara harus menyediakan ketersediaan pangan untuk masyarakat,” katanya.
Menurutnya kedua hal tersebut bisa berjalan seiringan jika seluruh lembaga di pemerintahan kerja sama secara komprehensif dan tidak saling ego. Seperti halnya Kementan yang fokus meningkatkan produktivitas, begitu pun Kemendag bertugas mengatur regulasi ketersediaan.
“Di situlah harus dibangun antara yang produksi dan yang mengatur regulasi ketersediaan harus berjalan bersama. Jangan sampai yang satu ingin meningkatkan produksi, yang satu ingin selalu mencari jalan pintas keuntungan besar atas setiap tindakan tanpa mempedulikan nasib para petani,” pungkas mantan Bupati Purwakarta tersebut.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO