Menu


Dalil Aqli: Urgensi Akal yang Sangat Tinggi dalam Syariat

Dalil Aqli: Urgensi Akal yang Sangat Tinggi dalam Syariat

Kredit Foto: Unsplash/Abdullah Faraz

Kelima, Islam mencela taqlid yang membatasi dan melumpuhkan fungsi dan kerja akal. Allah berfirman:

“Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah, mereka menjawab: ‘Tidak! Tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami. 

Baca Juga: Sederet Contoh Dalil Naqli dalam Al-Qur’an dan Hadits

“(Apakah mereka akan mengikutinya juga) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” [Al-Baqarah/2: 170]

Taqlid sendiri ialah menerima pendapat orang lain tanpa dilandasi dalil.

Keenam, Islam memuji orang yang menggunakan akalnya dalam memahami dan mengikuti kebenaran. Allah berfirman:

“…Sebab itu sampaikanlah berita (gembira) itu kepada hamba-hamba-Ku yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” [Az-Zumar/39: 17-18]

Ketujuh, pembatasan wilayah kerja akal dan pikiran manusia, sebagaimana firman Allah: 

“Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu adalah urusan Rabb-ku. Dan tiadalah kalian diberi ilmu melainkan sedikit.” [Al-Israa/17: 85]

Ahlussunnah wal Jamaah memandang atas penggunaan akal, bahwasanya syariat didahulukan di atas akal karena syariat itu ma’shum sedangkan akal tidak. Akal juga punya kemampuan mengenal dan memahami yang bersifat global, tak bersifat detail. 

Baca Juga: Benarkah Dalil Hukum Syar’i Hanya Al-Qur’an dan Hadits?

Adapun, dianggap bahwa yang benar dari hukum-hukum akal tentulah tak bertentangan dengan syariat. Apa yang salah dari pemikiran akal ialah yang bertentangan dengan syariat. Adapun, penentuan hukum-hukum seperti wajib, haram, dan lainnya ialah hak prerogatif syariat.

Tampilkan Semua Halaman