"Ini karena Israel sudah tidak lagi melakukan penjajahan," jelasnya.
Namun, ia menekankan, bila persepsi mengharamkan negara Israel dan warganya yang dibenarkan, berarti sampai kiamat pun Indonesia akan menolak hal yang berbau Israel.
"Bila demikian, apakah Indonesia tidak dapat dipersamakan dengan Hitler dengan Nazinya yang hendak menghapus ras Yahudi? Suatu hal yang justru bertentangan dengan hak asasi manusia yang seharusnya tidak berkembang di bumi Indonesia," jelasnya.
Penolakan Timnas Israel untuk bertanding di Indonesia, seolah membuat Indonesia lebih Palestina daripada Palestina. Hal ini mengingat Dubes Palestina untuk Indonesia yang mewakili rakyat dan pemerintah Palestina di Indonesia telah mengatakan tidak keberatan bila timnas Israel bertanding di Indonesia.
Terlebih lagi penolakan semakin tidak berdasar mengingat tahun lalu telah diselenggarakan Sidang Majelis Uni Inter Parlemen (Inter-Parliamentary Union) ke 144 di Nusa Dua Bali yang salah satu delegasi yang hadir adalah Parlemen Israel Knesset.
Lalu, Hikmahanto mempertanyakan, apa yang membedakan antara Timnas Israel saat sekarang dengan Parlemen Israel saat itu?
Bukankan Indonesia sebagai tuan rumah tidak memiliki kendali atas siapa yang diundang oleh penyelenggara (organizer) event internasional, seperti FIFA ataupun IPU.
Maka, menurut Hikmahanto, sepanjang Indonesia menyatakan diri bersedia menjadi tuan rumah maka Indonesia harus mengambil risiko untuk tidak menolak siapapun anggota dari penyelenggara event internasional.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024