Sekelompok masyarakat menolak kedatangan Timnas Israel untuk berlaga di Piala Dunia U-20 yang diselenggarakan di Indonesia. Hal tersebut berbuntut pada pembatalan drawing Piala Dunia U-20 di Bali.
Menurut Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana, penentangan terhadap rezim Israel seharusnya tidak serta merta melarang warga Israel ke Indonesia.
Baca Juga: Gabungan Ormas Tolak Kedatangan Timnas Israel ke Indonesia untuk Berlaga di Piala Dunia U-20
Menurutnya, penolakan Timnas Israel oleh sebagian masyarakat di Indonesia, sejumlah kepala daerah maupun politisi patut disayangkan. Penolakan tersebut seolah memandang warga Israel ataupun negara yang diwakilinya sebagai sesuatu yang haram untuk hadir di Indonesia.
"Padahal yang ditentang oleh masyarakat dan pemerintah Indonesia seharusnya adalah kebijakan pemerintah zionis Israel yang mengambil paksa dan menduduki tanah rakyat Palestina dan mempertahankannya dengan kekerasan yang melanggar hak asasi manusia," kata Hikmahanto, mengutip Republika, Selasa (28/3/2023).
Oleh sebab itu, Hikmahanto mengatakan bahwa yang diamanatkan oleh pembukaan Konstitusi Indonesia, bahwa penjajahan harus dihapus dari muka bumi.
Bila suatu saat rezim Israel sudah mengakui kemerdekaan Negara Palestina, termasuk mengembalikan tanah Palestina kepada rakyat Palestina, maka Indonesia pun tidak bisa tidak untuk mengakui negara Israel dan menjalin hubungan diplomatik.
"Ini karena Israel sudah tidak lagi melakukan penjajahan," jelasnya.
Namun, ia menekankan, bila persepsi mengharamkan negara Israel dan warganya yang dibenarkan, berarti sampai kiamat pun Indonesia akan menolak hal yang berbau Israel.
"Bila demikian, apakah Indonesia tidak dapat dipersamakan dengan Hitler dengan Nazinya yang hendak menghapus ras Yahudi? Suatu hal yang justru bertentangan dengan hak asasi manusia yang seharusnya tidak berkembang di bumi Indonesia," jelasnya.
Penolakan Timnas Israel untuk bertanding di Indonesia, seolah membuat Indonesia lebih Palestina daripada Palestina. Hal ini mengingat Dubes Palestina untuk Indonesia yang mewakili rakyat dan pemerintah Palestina di Indonesia telah mengatakan tidak keberatan bila timnas Israel bertanding di Indonesia.
Terlebih lagi penolakan semakin tidak berdasar mengingat tahun lalu telah diselenggarakan Sidang Majelis Uni Inter Parlemen (Inter-Parliamentary Union) ke 144 di Nusa Dua Bali yang salah satu delegasi yang hadir adalah Parlemen Israel Knesset.
Lalu, Hikmahanto mempertanyakan, apa yang membedakan antara Timnas Israel saat sekarang dengan Parlemen Israel saat itu?
Bukankan Indonesia sebagai tuan rumah tidak memiliki kendali atas siapa yang diundang oleh penyelenggara (organizer) event internasional, seperti FIFA ataupun IPU.
Maka, menurut Hikmahanto, sepanjang Indonesia menyatakan diri bersedia menjadi tuan rumah maka Indonesia harus mengambil risiko untuk tidak menolak siapapun anggota dari penyelenggara event internasional.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024