Ustadz Adi Hidayat menjelaskan cara Nabi Muhammad SAW melaksanakan shalat tarawih di bulan Ramadan. Dia mengatakan, jumlah rakaat shalat tarawih yang disampaikan Rasulullah SAW minimal 2 rakaat dan maksimalnya tidak ada batasnya.
Dari A’isyah, istri Nabi Muhammad SAW, ia berkata, "Rasulullah pernah melakukan salat pada waktu antara setelah selesai Isya yang dikenal orang dengan ‘Atamah hingga Subuh sebanyak sebelas rakaat di mana beliau salam pada tiap-tiap dua rakaat, dan beliau salat witir satu rakaat.” (HR. Muslim)
Baca Juga: Soal Jumlah Rakaat Shalat Tarawih, Ustadz Adi Hidayat Minta Umat Muslim Berhenti Berdebat
Hadis lain yang menjelaskan tata cara shalat tarawih disampaikan dari Ibnu Abbas ra. Pada saat itu dia menginap di rumah Rasulullah SAW karena ingin melihat kebiasaan bangun tidurnya Nabi pada malam hari.
"Kebiasaan Nabi setelah bangun tidur, beliau duduk terlebih dahulu. Kemudian beliau menggunakan tangan yang bersihnya untuk menghilangkan bekas kantuknya. Jadi tidak langsung baca doa. Karena kalau baru bangun langsung baca doa, ngantuknya terbawa," ujar Ustadz Adi Hidayat menceritakan.
Setelah berdoa, Nabi kemudian membaca 11 ayat terakhir dari surat Al-Imran ayat 190-200 dan beranjak dari duduk untuk berwudu.
"Habis itu balik masuk ke mushola. kata Ibnu Abbas, aku mengikuti dari belakang dan ditarik lah oleh Nabi ke depan sehingga sejajar dengan Nabi Muhammad SAW," tambah Ustadz Adi.
"Dalil shalat berjamaah tarawih jika satu Imam satu makmum, posisinya sejajar," lanjutnya.
Maka dapat disimpulkan bahwa Rasulullah SAW menunaikan 11 rakaat shalat tarawih dengan 1 witir. Meski begitu, shalat tarawih 23 rakaat juga diperbolehkan dalam Islam.
Baca Juga: Hukum Ziarah Kubur Menurut Ustadz Adi Hidayat
"Nabi itu 11 bacaannya panjang, bisa berjam-jam. Karena yang diperbanyak bacaan Al-Quran bukan fokus pada jumlah rakaatnya. Bacaan Quran yang diperbanyak karena pahalanya ada di situ," ujar UAH.
"Sepeninggal Nabi banyak jamaah yang enggak kuat ngikutin. Akhirnya Umar jenius cerdas gimana caranya bacaan tetap panjang sama dengan bacaan Nabi, tapi tidak keluar dari ketentuan Nabi. Maka dipadukanlah rumus ini dengan rumus yang pertama dari Ibnu Umar," terang dia.