Menu


Soal Jumlah Rakaat Shalat Tarawih, Ustadz Adi Hidayat Minta Umat Muslim Berhenti Berdebat

Soal Jumlah Rakaat Shalat Tarawih, Ustadz Adi Hidayat Minta Umat Muslim Berhenti Berdebat

Kredit Foto: Unsplash/Masjid Pogung Dalangan

Konten Jatim, Jakarta -

Ustadz Adi Hidayat mengingatkan umat Muslim untuk berhenti berdebat soal jumlah rakaat shalat tarawih saat bulan Ramadan. Dia membenarkan shalat tarawih 11 rakaat maupun 23 rakaat. 

Sebagaimana yang telah diketahui, sebagian umat Islam ada yang melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat dan 3 rakaat shalat witir. Sedangkan yang lainnya mengerjakan 8 rakaat shalat tarawih dan 3 rakaat shalat witir.

Baca Juga: Hukum Ziarah Kubur Menurut Ustadz Adi Hidayat

"Kalau sedang muncul Ramadan jangan berdebat lagi 23 atau 11. Itu sudah usang sudah selesai pembahasannya," kata Ustadz Adi Hidayat.

"Ramadan itu mengumpulkan pahala yang sholeh bukan memperbanyak dosa yang salah. Dan nggak ada hubungan dengan ormas. Shalat 11 rakaat dianggap Muhammadiyah sedangkan 23 rakaat dianggap NU," lanjutnya.

Dijelaskan UAH, jumlah rakaat shalat tarawih yang disampaikan Rasulullah SAW minimal 2 rakaat dan maksimalnya tidak ada batasnya. Nabi Muhammad sendiri lebih sering menerapkan 11 rakaat dengan 1 witir.

Dari A’isyah, istri Nabi Muhammad SAW, ia berkata, "Rasulullah pernah melakukan salat pada waktu antara setelah selesai Isya yang dikenal orang dengan ‘Atamah hingga Subuh sebanyak sebelas rakaat di mana beliau salam pada tiap-tiap dua rakaat, dan beliau salat witir satu rakaat.” (HR. Muslim)

Ustadz Adi mengatakan, shalat 23 rakaat bukan berarti tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW. Dia menyebut Umar bin Khattab ra, yang pertama kali menerapkan shalat Tarawih sebanyak 23 rakaat termasuk witir, punya alasan sendiri.

Baca Juga: Nabi Muhammad SAW Pernah Melarang Ziarah Kubur, Ustadz Adi Hidayat Ungkap Alasannya

"Nabi itu 11 bacaannya panjang, bisa berjam-jam. Karena yang diperbanyak bacaan Al-Quran bukan fokus pada jumlah rakaatnya. Bacaan Quran yang diperbanyak karena pahalanya ada di situ," ujar UAH.

"Sepeninggal Nabi banyak yang enggak kuat ngikutin. Akhirnya Umar jenius cerdas gimana caranya bacaan tetap panjang sama dengan bacaan Nabi tapi tidak keluar dari ketentuan Nabi. Maka dipadukanlah rumus ini dengan rumus yang pertama dari Ibnu Umar," pungkasnya.