Pada perkembangan Kota Surabaya kala 1905-1950 yang bergerak dari Surabaya bagian utara dan berakhir di selatan, terjadi perubahan modernisasi yang cukup besar dan cepat.
Di Surabaya pada masa itu, tata ruang kotanya memakai sistem zoning atau perbedaan wilayah berdasarkan kelompok, seperti pengelompokan daerah perumahan untuk perdagangan industri, dan sebagainya.
Baca Juga: Operasi Pasar Disebut Tak Efektif Turunkan Harga Beras, Ini Penjelasan Anggota DPR
Hal ini mempengaruhi perkembangan perekonomian wilayah yang ada sehingga Surabaya Selatan mulai ramai dengan migrasi penduduk yang mengikuti perkembangan modernisasi kota. Pengaruh ini juga berdampak pada pasar tradisional Krempyeng.
Seiring hadirnya modernisasi pada 1955 itu, Pasar Wonokromo dibangun dengan luas 9000 m2 oleh Subiono yang merupakan tenaga pemda KMS. Gaya arsitekturnya khas Indies pantai karena ciri khas bangunan pasar dan totalitas pembiayaan dari pemerintah lokal.
Kehadiran Pasar Wonokromo lampau sejak zaman kolonial Belanda menghadapi berbagai kebijakan dan peraturan baru terkait desentralisasi sampai retribusi. Setelah kemerdekaan, pengelolaan pasar ini berbeda jauh dari sebelumnya.
Baca Juga: Rocky Gerung: Jokowi Ngak Jelas, Getol Endorse Capres Tapi Terlihat Ingin Pemilu Ditunda
Pengelolaannya diserahkan tetap kepada daerah masing-masing, tetapi dengan pedoman UU yang telah diberi pemerintah pusat. Hingga kini, pasar yang satu ini masih gencar digunakan sebagai penggerak ekonomi Surabaya.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024