Menu


Mengenal Sejarah Pasar Wonokromo dan Perannya dalam Ekonomi Surabaya

Mengenal Sejarah Pasar Wonokromo dan Perannya dalam Ekonomi Surabaya

Kredit Foto: Pasar Surya Surabaya

Konten Jatim, Jakarta -

Kedatangan Presiden Joko Widodo ke Pasar Wonokromo baru-baru ini membuat pasar sentral tradisional di Kota Surabaya itu disoroti lebih. Rupanya, Pasar Wonokromo mempunyai sejarah besar sebagai roda penggerak ekonomi di Surabaya.

Diketahui, Presiden Jokowi mengunjungi pasar yang satu ini guna mengecek harga bahan pangan atau sembako, seperti beras, minyak goreng, hingga telur. 

Baca Juga: Apa Itu Pasar Wonokromo, yang Dikunjungi Jokowi Demi Cek Harga Sembako?

Mengutip laman Presiden RI, Jokowi menyimpulkan dirinya mendapati harga beras di bawah Rp9 ribu, minyak goreng Rp14 ribu, dan harga telur turun meski tak signifikan.

Agaknya, mengecek harga bahan pangan khususnya di wilayah Jawa Timur tepat dilakukan di Pasar Wonokromo. Pasalnya, pasar yang satu ini ialah sentral keluar masuknya barang dari luar Surabaya dan posisinya begitu strategis.

Di Surabaya sendiri, terdapat tiga pasar sentral lainnya yang tersebar di seluruh penjuru kota, seperti Pasar Turi di Surabaya Utara, Pasar Keputran di Surabaya Tengah, hingga Pasar Kapasan di Surabaya Timur.

Pentingnya Pasar Wonokromo

Pasar Wonokromo yang juga akrab disebut Pasar Krempyeng berperan besar sebagai pasar sentral karena kontribusinya yang masih dijadikan motor penggerak ekonomi Kota Surabaya. Menurut Narasi Sejarah, masyarakat menyukai pasar yang satu ini karena barangnya lengkap, harganya terjangkau, dan terdapat interaksi sehingga pembelian di sana lebih hidup.

Baca Juga: Sorot Manuver Politik presiden, Hensat: Rencana Apa Sebenarnya yang Dimiliki Pak Jokowi? 

Pada 1920, Pasar Wonokromo sebelumnya bernama Pasar Krempyeng yang menjual bahan-bahan kebutuhan langsung habis, misalnya sayuran, makanan, jajanan pasar, sampai buah-buahan. 

Pada perkembangan Kota Surabaya kala 1905-1950 yang bergerak dari Surabaya bagian utara dan berakhir di selatan, terjadi perubahan modernisasi yang cukup besar dan cepat.

Di Surabaya pada masa itu, tata ruang kotanya memakai sistem zoning atau perbedaan wilayah berdasarkan kelompok, seperti pengelompokan daerah perumahan untuk perdagangan industri, dan sebagainya.

Baca Juga: Operasi Pasar Disebut Tak Efektif Turunkan Harga Beras, Ini Penjelasan Anggota DPR

Hal ini mempengaruhi perkembangan perekonomian wilayah yang ada sehingga Surabaya Selatan mulai ramai dengan migrasi penduduk yang mengikuti perkembangan modernisasi kota. Pengaruh ini juga berdampak pada pasar tradisional Krempyeng.

Seiring hadirnya modernisasi pada 1955 itu, Pasar Wonokromo dibangun dengan luas 9000 m2 oleh Subiono yang merupakan tenaga pemda KMS. Gaya arsitekturnya khas Indies pantai karena ciri khas bangunan pasar dan totalitas pembiayaan dari pemerintah lokal.

Kehadiran Pasar Wonokromo lampau sejak zaman kolonial Belanda menghadapi berbagai kebijakan dan peraturan baru terkait desentralisasi sampai retribusi. Setelah kemerdekaan, pengelolaan pasar ini berbeda jauh dari sebelumnya.

Baca Juga: Rocky Gerung: Jokowi Ngak Jelas, Getol Endorse Capres Tapi Terlihat Ingin Pemilu Ditunda

Pengelolaannya diserahkan tetap kepada daerah masing-masing, tetapi dengan pedoman UU yang telah diberi pemerintah pusat. Hingga kini, pasar yang satu ini masih gencar digunakan sebagai penggerak ekonomi Surabaya.

Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO