Fikih merupakan salah satu pemahaman yang banyak dipelajari secara luas. Ilmu ini diartikan sebagai pemahaman manusia tentang praktik-praktik ibadah berdasarkan syariat yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan sunnah.
Secara bahasa, fikih atau fiqih merupakan pemahaman yang benar tentang apa yang diharapkan, menurut Phillips (2006:15). Sesuai makna bahasanya, fikih diartikan sebagai berikut:
“Barangsiapa yang Allah kehendaki menjadi baik maka Allah faqihkan dia terhadap agama. Aku hanyalah yang membagi-bagikan sedang Allah yang memberi. Dan senantiasa umat ini akan tegak di atas perintah Allah, mereka tidak akan celaka karena adanya orang-orang yang menyelisihi mereka hingga datang keputusan Allah.” H.R. Bukhari No. 69.
Baca Juga: Ustadz Abdul Somad Soal Maraknya Game Judi Online: Urusan Polisi, Mumpung Pistol Itu Masih Hidup
Dalam Fath al-Bari, Ibnu Hajar al-’Asqalani menyebut fiqh sebagai mashdar dari bab faqiha-yafqahu yang artinya “paham”. Faquha berarti fiqh menjadi sifat alaminya, sedangkan faqaha berarti lebih dulu paham dari yang lain.
Sementara itu, fikih secara istilah ialah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat praktis berdasarkan sebuah dalil-dalil secara rincinya. Pengetahuan yang dimaksud di sini ialah ilmu pasti dan dugaan.
Al-’Utsaimin 1434 H (25-26) menyebut, hukum-hukum syariat yang ada diketahui secara pasti dari lalil yang meyakinkan dan ada yang diketahui secara dugaan. Di kalangan ulama, masalah ijtihad yang menjadi bahan perbedaan pendapat ialah dugaan.
Baca Juga: Bagaimana Hukum Risywah? Ini Dalil dan Pendapat Ulama Tentangnya
Sementara itu, yang dimaksud dengan “hukum-hukum syariat” ialah semacam wajib dan haram. Fikih tidak membahas hukum-hukum logika, seperti "semua itu lebih besar dari sebagian," maupun hukum-hukum alam, seperti turunnya embun di akhir malam yang cerah musim panas.