Menu


Bawaslu Prediksi Maraknya Politik Identitas Pada Pemilu 2024

Bawaslu Prediksi Maraknya Politik Identitas Pada Pemilu 2024

Kredit Foto: Bawaslu/Bhakti Satrio

Konten Jatim, Jakarta -

Ketua Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja meyakini bahwa praktik intoleransi dan politik identitas akan marak terjadi menjelang Pemilu 2024 mendatang.

Praktik intoleransi sendiri sangat dihindari karena hal ini dapat membuat toleransi semakin terkikis di lingkungan masyarakat. Intoleransi sendiri juga akan marak terjadi karena dorongan konten hoaks di media sosial.

"Kurangnya pendidikan pengetahuan atau pendidikan politik di tengah masyarakat itu juga bisa termasuk memicu intoleransi. Yang akan paling meriah nantinya adalah penggunaan politik identitas baik terkait suku dan agama," kata Bagja, dikutip dari laman resmi Bawaslu RI, Kamis (2/3/2023). 

Karena berpotensi terjadi, Bagja menyebut pihaknya bakal bekerja sama dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) untuk mencegah praktik intoleransi maupun politik identitas. Pihaknya bakal membangun pola komunikasi bersama dengan FKUB. 

Baca Juga: Bawaslu Dikuliti Pengamat: Jangan-jangan Teriak Anies Presiden Kena Delik Hukum

"FKUB perlu dilibatkan karena merupakan lembaga kerukunan terbesar, baik secara Nasional maupun Internasional, yang terdiri dari 545 lembaga FKUB di 34 provinsi, 98 kota dan 413 kabupaten," kata Bagja. 

Dalam pengawasan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024, Bagja juga meminta FKUB menjadi mitra kerja Bawaslu dalam membuat strategi tolak politisasi SARA di rumah-rumah ibadah. "Sebab, yang penting kerukunan umat beragama, semua orang punya hak melakukan keagamaannya, tapi ingat semua orang juga punya hak memilih dan itu dilindungi negara," ujarnya. 

Bawaslu juga menjalin kerja sama serupa dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Kesepakatan kerja sama diambil usai pimpinan Bawaslu bertemu Ketua PBNU Yahya Cholil Staquf di Kantor PBNU, Jakarta, Selasa (28/2/2023). 

"Ke depan kami (Bawaslu) dan PBNU akan melakukan gerakan-gerakan yang melibatkan warga dari tingkat terkecil seperti forum warga, bisa juga melibatkan pengurus ranting PBNU, kabupaten kota sampai provinsi untuk membantu menangkal politisasi identitas dan politik uang," kata Bagja.

Sebelumnya, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari tegas menyatakan partai politik dilarang menggunakan politik identitas untuk berkampanye. Hal itu disampaikan untuk merespons sikap resmi Partai Ummat yang ingin menggunakan politik identitas Islam untuk memenangkan Pemilu 2024.

Baca Juga: Upaya Bawaslu yang Dinilai Jegal Anies Baswedan, dari Safari Politik Hingga Utang Rp50 M

Hasyim mengatakan, menggunakan politik identitas untuk kampanye berarti sama saja menggunakan isu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) demi memenangkan pemilu. Padahal, UU Pemilu jelas melarang penggunaan unsur SARA dalam kampanye karena dapat memecah belah masyarakat. 

"Di dalam Undang-Undang Pemilu kan sudah jelas ada larangan menggunakan instrumen SARA atau dalam bahasa lain politik identitas sebagai sarana atau alat untuk mensosialisasikan diri atau mengkampanyekan diri," kata Hasyim kepada wartawan di Jakarta, Jumat (17/2/2023).

Hasyim menyebut, jika ada partai politik (parpol) yang terbukti melakukan kegiatan sosialisasi ataupun kampanye dengan menggunakan politik identitas, maka harus diberikan peringatan. Dengan begitu, parpol tersebut diharapkan berhenti menggunakan politik identitas.

Baca Juga: Isu Masjid Dipakai Kampanye, Partai Ummat: Bawaslu Salah Informasi 

"Saya kira teman-teman Bawaslu bisa memberikan teguran atau peringatan, surat peringatan lah bahwa yang begitu-begitu enggak boleh atau dilarang oleh undang-undang," kata Hasyim.

Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan

Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Konten Jatim dengan Republika.



Berita Terkait