Sudirman sendiri diketahui diangkat menjadi Panglima TKR pada November 1945 dan melalui pemungutan suara. Dan pada Mei 1946, Sudirman diangkat menjadi Jenderal sekaligus pemimpin dari Tentara Republik Indonesia (TRI). Statusnya tidak berubah sampai saat ini.
Disinyalir bahwa sifat dan kepribadiannya membuat para pemilih, termasuk seniornya, yakin bahwa dirinya adalah sosok yang pantas memimpin TKR.
Baca Juga: Belum Tentu Ada Kecocokan, Tetapi Membangun Sekretariat Bersama
Hal yang paling dikenang dari Jenderal Sudirman adalah kala dirinya ikut terjun langsung ke perang gerilya melawan Belanda. Saat itu, kondisi Jenderal Sudirman jauh dari kata optimal, karena dirinya mengidap tuberkulosis paru-paru (TBC).
Namun, dirinya tetap memaksakan diri untuk turun langsung ke medan perang. Jenderal Sudirman memerintahkan anak buahnya untuk menandunya kesana dan kemari sembari dirinya memberi arahan terkait apa yang harus dilakukan di medan perang.
Baca Juga: Ongkos Haji Naik, Rocky Gerung: Keindahan Rohani Tak Boleh Dibatalkan dengan Kalkulasi Ekonomi
Pada akhirnya, kondisi Jenderal Sudirman membuatnya tidak lagi sanggup untuk menghadiri medan perang. Namun, dirinya akan selalu ada untuk dimintai pendapat terkait apa yang harus dilakukan ketika perang.
Tanggal 29 Januari 1950, 5 hari setelah ulang tahunnya yang ke-34, Jenderal Sudirman mengembuskan napas terakhirnya di Magelang, jawa Tengah. Dirinya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta dan dinobatkan sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan.
Baca Juga: Pidato Anies Baswedan Disebut Omong Kosong, Ruhut Sitompul: Terlalu Banyak Kebohongan
Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan