"Saya tidak melihat ada bukti yang valid bahwa Istana maupun presiden melakukan intervensi apa pun yang dapat digugat baik secara hukum maupun etika," lanjut anggota DPR dari Dapil Kalimantan Utara tersebut.
Deddy juga mencontohkan insinuasi tentang Presiden Jokowi memihak bakal calon presiden mana pun dengan penggunaan kekuasan, seharusnya dibuktikan secara hukum dan etika demokrasi.
Sejauh ini, katanya, Jokowi maupun Istana tidak pernah menyebut mendukung nama bakal calon mana pun.
Baca Juga: Pengamat soal Pilpres 2024: Khofifah Penting sekaligus 'Titik Lemah Anies'
Jokowi dan Istana juga tidak pernah menunjukkan preferensi tunggal yang bisa dikatakan memihak atau meng-endorse calon.
Dia mengatakan, ketika presiden beberapa kali menyampaikan gimik atau metafora politik, itu hal yang wajar, menghibur, dan seharusnya dianggap sebagai intermeso dalam demokrasi.
Menurut Deddy, hampir semua pemimpin di negara demokrasi melakukan hal serupa dan itu tidak melanggar regulasi maupun konstitusi.
"Hal itu masih lebih elegan dibanding dengan Anies Baswedan yang ke mana-mana dipromosikan sebagai calon presiden oleh partai-partai politik pendukungnya. Yang harus diawasi adalah apakah ada penggunaan elemen kekuasaan, anggaran, fasilitas negara yang dipakai untuk meng-endorse salah satu bakal calon," tambah pria asal Sumatera Utara, itu.
Oleh karena itu Deddy menilai seharusnya Partai Demokrat dan PKS lebih elegan berpolitik, fokus dalam memperbaiki partai dan mempromosikan calon mereka.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO