Menu


Kenapa Islam Melarang Umatnya Makan Babi? Berikut Penjelasannya

Kenapa Islam Melarang Umatnya Makan Babi? Berikut Penjelasannya

Kredit Foto: Pexels/Mali Maeder

Konten Jatim, Depok -

Agama Islam mengizinkan para Muslim untuk mengonsumsi banyak makanan dan minuman. Meskipun begitu, tetap ada batasan-batasan tertentu yang tidak boleh mereka lewati jika berkaitan dengan makan dan minum.

Salah satu makanan yang paling terkenal dilarang dalam Agama Islam adalah babi. Meskipun masuk ke kategori hewan ternak seperti sapi, kambing, atau domba, umat Islam justru dilarang mengonsumsi babi.

Sebenarnya, kenapa Agama Islam melarang umatnya makan babi? Apa yang membedakan babi dengan hewan ternak lain? Berikut penjelasannya melansir situs Universitas Islam An-Nur Lampung pada Rabu (30/8/2023).

Baca Juga: Bagaimana Cara Bersihkan Alat Makan Bekas Najis Babi? Ini Penjelasan Ustadz Adi Hidayat

Kenapa Agama Islam Melarang Umatnya Makan Babi?

Keharaman mengonsumsi babi telah menjadi bagian penting dalam ajaran Agama Islam, dengan dasar-dasar kuat. Salah satu dalil yang paling sering digunakan untuk membahas larangan ini adalah Q.S. Al-Baqarah ayat 173 yang berbunyi:

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ ۖ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dalam ayat tersebut, dijelaskan kalau babi, bangkai, dan darah dilarang untuk dikonsumsi, serta ada pengecualian khusus jika memang terpaksa mengonsumsinya. Namun, apa sebenarnya alasan dari larangan di atas?

1. Aspek Kesehatan dan Kebersihan

Salah satu alasan utama di balik larangan mengonsumsi babi adalah pertimbangan kesehatan dan kebersihan. Daging babi dapat mengandung berbagai jenis cacing yang berbahaya, seperti cacing pita (taenia solium), cacing spiral (trichinella spiralis), dan cacing usus (fasciolopsis buski). 

Cacing-cacing ini sering ada pada babi dan dapat menyebabkan infeksi serius pada manusia. Selain itu, pola makan babi yang tidak teratur dan memakan apapun, termasuk bangkai dan sampah, membuatnya lebih cenderung terkontaminasi dan mengandung risiko penyakit.

Baca Juga: Apa Hukumnya jika Tak Sengaja Makan Babi? Ini Penjelasan Buya Yahya

2. Aspek Moral dan Spiritual

Selain pertimbangan kesehatan dan kebersihan, larangan mengonsumsi babi juga memiliki dimensi moral dan spiritual. Dalam pandangan Agama Islam, babi dianggap memiliki beberapa sifat buruk yang dikhawatirkan mampu mempengaruhi pemakannya.

Sifat-sifat seperti kesenangan berlebihan, ketertarikan pada hal-hal terlarang, dan kurangnya rasa ghairah atau kecemburuan, dianggap merusak karakter dan kesucian spiritual manusia yang mengonsumsinya.

Baca Juga: Viral Karena Selebgram, Bagaimana Hukum Baca Doa Sebelum Makan Babi?

3. Pengujian Iman dan Kesadaran

Larangan mengonsumsi babi juga menjadi pengujian iman dan kesadaran bagi umat Islam. Patuh terhadap larangan tersebut menunjukkan ketaatan dan kepatuhan terhadap perintah Allah SWT. Kemampuan menahan godaan untuk mematuhi larangan, bahkan jika tawaran menggoda hadir, mencerminkan kuatnya iman dan kesadaran spiritual individu.

4. Konsekuensi Psikologis dan Karakteristik Individu

Selain itu, larangan mengonsumsi babi juga berkaitan dengan konsekuensi psikologis dan karakteristik individu. Makanan yang dikonsumsi memiliki pengaruh pada perilaku dan emosi seseorang. Makanan yang haram dapat mencegah pengaruh buruk pada perilaku dan karakter individu.

5. Keutamaan dan Konsistensi

Larangan mengonsumsi babi juga mencerminkan keutamaan moral dan konsistensi dalam menjalankan ajaran agama. Mematuhi larangan ini menunjukkan komitmen terhadap ajaran Islam dan menghormati prinsip-prinsip kesucian, kesehatan, dan spiritualitas.