Pimpinan Ma'had Al Zaytun, Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang menepis tudingan bahwa dirinya melarang orang-orang naik haji ke Tanah Suci.
Panji Gumilang juga membantah bahwa berhaji cukup dengan datang ke Al Zaytun dan melakukan thawaf di Al Zaytun serta memberikan tujuh sak semen sebagai ganti lempar jumrah.
Panji Gumilang menjelaskan, bahwa pernyataannya tentang Indonesia sebagai tanah yang suci bukan berarti menyerukan orang-orang agar tidak usah pergi haji ke Tanah Suci.
Menurutnya, pernyataan tentang Indonesia tanah yang suci bertujuan menanamkan dan memahamkan kepada para pelajar di Al Zaytun tetang negara Indonesia sebagai tanah yang suci seperti yang tertuang dalam bait lagu "Indonesia Raya" stanza III.
"Jadi, bukan begitu narasinya, saya menyampaikan pada anak didik ini, pahamilah negaramu ini adalah tanah suci. Indonesia tanah yang mulia tanah kita yang kaya, di sanalah aku berdiri, dan selanjutnya, itu stanza dua, stanza tiganya, Indonesia tanah yang suci tanah kita yang sakti, dan seterusnya. Inilah yang saya tanamkan. Kemudian anak-anakku, di Indonesia ini banyak orang yang pergi haji ingin mati di tanah suci karena mereka tidak paham anthem negaranya," kata Panji Gumilang menjawab pertanyaan Andi F Noya dalam program Kick Andy Double Check yang disiarkan oleh salah satu televisi swasta.
Menurut Panji Gumilang, beberapa kata dalam lagu "Indonesia Raya" sejatinya diambil dari nama tempat di Timur Tengah. Yakni Baitul Maqdis sebagai tanah yang suci, Makkah Al Mukaromah tanah yang mulia, dan Madinah Al Munawwarah tanah yang bersinar.
Panji Gumilang juga mengatakan, bahwa dirinya memberikan pengertian kepada anak didiknya di Al Zaytun bahwa ada orang yang pergi haji dengan harapan meninggal di Tanah Suci Makkah atau Madinah.
"Ini supaya tertanam bahwa kita punya negara, tanah yang suci, tanah sakti, tanah yang berseri. Mengapa kita punya iman pergi haji ke Makkah, Madinah, yang kita namakan itu suci kemudian ingin mati di Tanah Suci tapi tidak mengerti Indonesia ini tanah suci. Saya mau memberi pengertian seperti itu, bukan melarang naik haji. Saya itu punya perusahaan yang ngantar pergi umroh haji itu. Rugi kalau itu (melarang haji). Bukan, bukan untuk melarang pergi haji," kata Panji Gumilang.
Bahkan Panji Gumilang mengaku, dirinya dan keluarganya sering berangkat haji ke baitullah.
"Saya itu karena petugas dari Arab Saudi dulu yang namanya Rabithah Alam Islami saya setahun dapat satu tiket sekeluarga ya selalu (naik haji), bukan lagi ke tanah suci ke mana-mana berkali-kali nggak usah dihitung," katanya.
Menurut Panji Gumilang, tudingan tentang dirinya yang melarang berhaji adalah upaya untuk menyudutkannya. Ia pun menampik hal itu terlebih Panji mengaku sebagai seorang Muslim.
Sementara itu, tentang isu bahwa orang-orang melakukan haji di Al Zaytun dan bertawaf dengan mengelilingi Al Zaytun hingga melempar jumrah dengan tujuh sak semen, Panji Gumilang menjelaskan, bahwa thawaf berarti berkeliling atau berputar-putar.
Panji mengatakan, orang-orang yang datang ke Al Zaytun kerap disuruhnya untuk berkeliling-keliling komplek Al Zaytun untuk melihat berbagai tempat di Al Zaytun.
"Adapun orang datang ke sini kami suruh thawaf, thawaf itu artinya keliling, berputar. Ini bahasa arab. Suruh keliling ini loh tempat makan, tempat produksi pangan, ini tempat kegiatan IT, berputar-putar namanya thawaf," katanya.
Sementara itu tentang tujuh sak semen, Panji mengatakan itu adalah sedekah. Ia mengatakan, dirinya meminta kepada orang yang hendak bersedekah ke Al Zaytun agar jangan memberi uang, tetapi lebih baik memberi semen.
Baca Juga: Kisah Amien Rais yang Tolak Datang ke Ponpes Al-Zaytun Karena Beda Prinsip Agama
"Bagaimana ada aturan seperti itu (lempar jumrah dengan semen tujuh sak). Kalau mau sedekah jangan kasih yang kasih semen nah begitu. Itu yang kita harapkan, sebab kalau sedekah uang, semen itu kadang-kadang naik kadang-kadang turun. Kalau mau mengonteks-ngontekskan kacau kan. Kalau ada ramai di sini, ramainya di sini Idul Fitri, Idul Adha, dan Muharam," katanya.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO