Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono mengklaim bahwa kebijakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang mengizinkan ekspor pasir laut itu bukan menjual negara.
Menteri KKP berdalih, pasir laut hasil sedimentasi yang dikeruk akan diutamakan untuk kepentingan dalam negeri. Penggunaannya antara lain untuk reklamasi dan mendukung pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan proyek infrastruktur lainnya.
"Ini bukan menjual negara. Ini tidak menjual negara," katanya di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Rabu (31/5).
Baca Juga: Pengamat Soal Perizinan Ekspor Pasir Laut: Sama Saja Seperti Jual Daratan
Pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono memantik reaksi Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019 Susi Pudjiastuti. Susi menyindir pernyataan Sakti Wahyu Trenggono melalui cuitan di akun Twitter @susipudjiastuti.
"Memang ! …..Yang dijual kan pasir," tulis Susi Pudjiastuti.
Postingan Susi sebelumnya juga mengkritik kebijakan keran ekspor pasir laut kembali dibuka.
"Semoga keputusan ini dibatalkan. Kerugian lingkungan akan jauh lebih besar. Climate change sudah terasakan dan berdampak. Janganlah diperparah dg penambangan pasir laut." tulis Susi.
Pemilik maskapai penerbangan Susi Air ini juga menautkan berita portal nasional yang mengulas soal larangan ekspor pasir laut selama 20 tahun kembali dibuka oleh Jokowi.
Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri memang melarang ekspor pasir laut. Larangan ekspor pasir laut diatur oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan era Megawati, Rini Soemarno melalui Kepmenperin Nomor 117 Tahun 2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Laut.
Rini mengatur ekspor pasir laut dihentikan sementara demi mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas berupa tenggelamnya pulau kecil.
Jika era Presiden Megawati melarang ekspor pasir laut, pemerintahan Presiden Jokowi malah membuka kembali keran ekspor pasir laut. Izin ekspor pasir laut dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Pasal 6 aturan tersebut memberikan ruang kepada sejumlah pihak untuk mengeruk pasir laut dengan dalih mengendalikan hasil sedimentasi di laut.
Sarana yang bisa digunakan untuk membersihkan sedimentasi itu adalah kapal isap. Kapal isap itu diutamakan berbendera Indonesia.
Kalau tidak tersedia, Jokowi mengizinkan kapal isap asing untuk mengeruk pasir di Indonesia. Dalam Pasal 9, Jokowi mengatur pasir laut yang sudah dikeruk boleh dimanfaatkan untuk beberapa keperluan;
a. Reklamasi di dalam negeri;
b. Pembangunan infrastruktur pemerintah;
c. Pembangunan prasarana oleh Pelaku Usaha;
dan/atau
d. Ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO