Dia melanjutkan, lantaran politik dalam praktiknya adalah pertarungan kepentingan, akhirnya terjadilah adu kekuatan.
Di saat bersamaan, aktor politik juga berganti kawan maupun lawan demi mencapai tujuannya atau kepentingannya. Hal itu terjadi dalam dunia politik Indonesia, terutama jelang Pemilu 2024.
"(Dalam politik) tidak ada kawan atau lawan yang abadi, yang ada kepentingan yang abadi. Bisa saja suatu saat Ketua Partai NasDem berkawan dengan ketua partai lain, tetapi ketika suatu saat kepentingannya berbeda, (dia) bermusuhan," ujar Mahfud.
Karena itu, Mahfud meminta masyarakat untuk tidak ikut bermusuhan ketika melihat elite politik bermusuhan. Sebab, bisa saja elite politik yang bermusuhan itu berkawan lagi karena punya kepentingan sama. Sedangkan masyarakat sudah terlanjur terpecah.
"Jangan ikuti permusuhan itu secara sungguh-sungguh, karena bisa saja dalam waktu dekat bersatu lagi, (tapi) yang di bawah terlanjur bermusuhan. Itu yang jadi masalah nantinya kalau diikuti," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Sebagai catatan, Partai Nasdem merupakan partai pengusung Presiden Jokowi pada Pemilu 2019 dan hingga sekarang masih tergabung dalam koalisi pemerintah.
Namun demikian, Presiden Jokowi dan partai-partai koalisi dalam beberapa bulan terakhir kerap tak melibatkan partai besutan Surya Paloh itu dalam pertemuan koalisi. Pasalnya, Nasdem dianggap sudah menyeberang ketika mendukung Anies Baswedan sebagai capres untuk Pemilu 2024.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024