Pada 16 Mei 1945, terjadi eksekusi mati bagi Muradi, pimpinan pengganti PETA usai pemberontakan di Blitar. Usut punya usut, eksekusi mati ini seharusnya tak terjadi.
Mengutip berbagai sumber, rupanya hukuman mati ini dijatuhkan usai Muradi dan para anggota Pasukan Pembela Tanah Air (PETA) itu dikhianati janji seorang komandan resimen bernama Teisha Katagiri. Kolonel ini menjanjikan kebebasan bagi para anggota PETA dari pemeriksaan dan pengadilan.
Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Hukuman Mati Muradi Gegara Jepang Ingkar Janji
Pada 14 Februari 1945, bertepatan dengan Hari Kasih Sayang, ratusan prajurit PETA melancarkan pemberontakan terhadap Jepang.
Namun, rencana itu bocor dan Jepang langsung mengirimkan pasukan ke Blitar sehingga para prajurit ‘pemberontak’ ini terdesak.
Baca Juga: Alun-Alun Kabupaten Magetan: Wisata Sejarah dan Relaksasi di Jawa Timur
Muradi sendiri menggantikan Supriyadi, sang komandan utama yang hilang entah ke mana. Sementara itu, Jepang mengirimkan Kolonel Katagiri untuk berembuk dengan PETA. Sang kolonel meminta seluruh anggota PETA yang terlibat perlawanan untuk menyerah dan segera kembali ke markas.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024