Pada tanggal 16 Mei 1945, Indonesia mengalami tragedi yang memilukan di mana seorang pahlawan kemerdekaan bernama Muradi dihukum mati. Muradi menjadi korban dari ingkar janji Jepang.
Hal ini jadi buntut gencatan senjata pemberontakan PETA di Blitar. Peristiwa ini menunjukkan kekejaman dan penipuan yang dilakukan oleh pihak Jepang atas janjinya pada gencatan senjata tersebut.
Pada masa itu, Jepang mendirikan PETA (Pembela Tanah Air) sebagai organisasi militer yang terdiri dari para pemuda Indonesia. Tujuan PETA adalah melibatkan masyarakat dalam upaya menjaga ketertiban dan keamanan di Indonesia.
Baca Juga: Polemik Impor KRL Bekas Jepang: Benarkah DPR Zalimi Rakyat?
Namun, ketika terjadi pemberontakan PETA di Blitar, Jepang mengambil tindakan yang kejam dan mengecewakan.
Setelah gencatan senjata tercapai antara pihak PETA dan Jepang, Muradi dan para pejuang lainnya dijanjikan amnesti dan kebebasan, seperti permintaan Muradi yang menggantikan Supriyadi sebagai komandan utama PETA.
Baca Juga: Rute dan Tiket Masuk Hutan Bambu Keputih Surabaya, Mirip Jepang?
Namun, janji itu ternyata diingkari oleh Komandan Resimen Teisha Katagiri. Muradi dan beberapa pejuang lainnya ditangkap dan diadili secara sepihak.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO