Menu


Pakar Politik Soroti Metode Musra Relawan Jokowi dalam Tentukan Capres-Cawapres

Pakar Politik Soroti Metode Musra Relawan Jokowi dalam Tentukan Capres-Cawapres

Kredit Foto: Antara/Muchlis Jr - Biro Pers Setpres/hma

Konten Jatim, Jakarta -

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menyoroti metode yang digunakan Musyawarah Rakyat atau Musra dalam menentukan sosok calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diusulkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Diketahui, Musra mengusulkan 3 nama capres yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Airlangga Hartarto.

Sementara cawapresnya, mereka menyodorkan Mahfud MD, Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno, serta Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Baca Juga: Tanggapi Musra, Pengamat: Jokowi Tak Punya Kewenangan Tentukan Capres-Cawapres!

Menurut Burhan, metode yang digunakan Musra tidak memenuhi kaidah scientific, sebab mereka menggunakan self-selection bias.

"Ini metode yang dipakai itu metode partisipatif, tetapi menurut saya tidak memenuhi kaidah scientific. Metodenya itu self-selection bias. Jadi orang dengan sengaja datang untuk menggunakan hak suaranya memilih capres dan cawapres, bukan metode sampling yang scientific," terangnya.

Lebih lanjut dirinya menjelaskan bahwa dalam metode sampling yang berdasarkan kaidah saintifik, respondenlah yang dipilih untuk ikut survei, bukan malah menunjuk dirinya sendiri.

Hal inilah yang kemudian memunculkan nama-nama yang berbeda dibanding hasil-hasil survei elektabilitas oleh berbagai lembaga survei.

Sebagai contoh, nama Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto masuk tiga besar capres, sementara ini berbeda dengan survei-survei yang ada, di mana capres tiga besar umumnya Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan.

"Kalau metode sampling yang scientific, itu sampel atau responden itu dipilih, bukan menunjuk dirinya. Kaitannya dengan itu, hasil Musra terutama buat capres Pak Airlangga atau cawapres itu tidak persis sama dengan hasil-hasil survei yang kredibel," tuturnya.

Hal serupa juga terjadi pada nama cawapres yang keluar, di mana nama Moeldoko dan Arsjad Rasyid tiba-tiba muncul, padahal dalam survei, nama mereka relatif tak mendapat elektabilitas yang tinggi.

"Soal cawapres, mohon maaf ada Pak Moeldoko, ada Pak Arsjad Rasjid, itu relatif nggak muncul di survei-survei opini publik yang kredibel," terang Burhan.

"Diajukan sebagai salah satu nama yang kita tanyakan dalam puluhan nama sebagai cawapres, tetapi yang memilih Pak Moeldoko kecil," ujarnya.

Baca Juga: Nama Airlangga Muncul di Musra, Golkar Makin Percaya Diri

"Pak Mahfud atau Pak Sandi relatif muncul, tetapi ada nama yang muncul di survei-survei yang saintifik seperti Ridwan Kamil atau Erick Thohir, tapi tidak muncul dalam rekomendasi cawapres oleh Musra. Nah ini yang saya sebut tadi, perbedaan metode yang kemudian mengakibatkan perbedaan hasil," tandasnya.

Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024