Diketahui, ramai di media sosial Facebook soal balasan komentar dari peneliti BRIN AP Hasanuddin. Komentar pakar astronomi BRIN itu, menyinggung perbedaan jadwal Idul Fitri 1444 H warga Muhammadiyah, dan menganggap mereka sebagai musuh bersama dalam hal takhayul, bid'ah, dan khurafat.
Awalnya, AP Hasanuddin berkomentar di kolom pernyataan Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin. Di awal mula konflik daring itu, disebutkan Thomas jika Muhammadiyah tidak taat kepada pemerintah soal penetapan Lebaran 2023.
Baca Juga: Delik Formilnya Dianggap Terpenuhi, Muhammadiyah Dapat Laporkan Peneliti BRIN yang Mengancamnya
Terkhusus untuk warga Muhammadiyah, Arif juga menekankan bahwa apa yang terjadi saat ini yang menimpa muhammadiyah karena perbedaan dalam menentukan 1 Syawal dianggap sebagai hal yang biasa dan wajar. Dulu, katanya, KH Ahmad Dahlan beserta santrinya juga diintimidasi ketika melakukan pembaharuan dengan memperbaiki arah kiblat.
"Kyai Dahlan dianggap kiai kafir, bahkan langgarnya dirobohkan dan dibakar. Walau 100 tahun kemudian, umat islam meyakini tentang arah kiblat yang disampaikan oleh Kiai Dahlan, bahkan Kemenag menerbitkan sertifikat/surat keterangan tentang arah kiblat di masjid-masjid," jelas Arif.
Arif juga mengajak seluruh warga Muhammadiyah untuk menyerahkan masalah ancaman dan ujaran kebenciaan terhadap Muhammadiyah ini kepada aparat yang berwajib. Arif menegaskan, salah satu kepribadian Muhammadiyah yakni taat pada perundang-undangan yang berlaku.
"Kita semua konsisten saja dengan arah perjuangan Muhammadiyah, karena apa yang kita lakukan adalah untuk umat dan bangsa, serta selalu mengharapkan ridha Allah SWT," kata Arif menambahkan.
Kepada Thomas Djamaluddin, Republika juga sudah mengkonfirmasi pernyataan itu secara langsung. Namun demikian, dirinya meminta waktu untuk menjelaskan lebih jauh dengan mempelajari setiap komentar dari awal.
"Perlu dilihat konteks komentar sebelumnya, sedang saya cari di Facebook saya," kata Thomas mengklarifikasi.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO