Calo adalah orang yang menjadi perantara dan memberikan jasanya untuk menguruskan sesuatu berdasarkan upah, perantara. Hal ini seperti dilansir dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring.
Praktik penggunaan jasa calo seperti ini umumnya marak terjadi jelang libur panjang, termasuk saat mudik Lebaran.
Masyarakat yang kehabisan tiket bisa membeli tiket ke calo, akan tetapi harganya biasanya jauh lebih mahal dibandingkan pembelian secara resmi.
Terkait praktik calo tiket seperti ini, bagaimana hukumnya menurut Islam?
Pendakwah Buya Yahya menyebut bahwa calo yang memberi bantuan kepada orang lain dengan menggunakan tenaganya dan menaikkan harga tiket, maka hukumnya sah dan diperbolehkan.
"Calo dalam arti memberi bantuan kepada orang yang akan beli tiket dengan tenaganya, maka sangat sah kalau dia mau naikkan harga," ujar Buya Yahya dari kanal YouTube Al-Bahjah TV, dikutip Konten Jatim pada Selasa (18/4/2023).
Akan tetapi, tutur Buya Yahya, calo yang tak diperbolehkan adalah mereka yang kongkalikong bermain dengan penjual tiket resmi agar tiket yang dijual habis, kemudian semuanya bisa dijual kembali melalui calo agar si penjual tiket resmi ikut kecipratan keuntungannya.
Maka hal tersebut hukumnya sangat dilarang, karena termasuk dalam kejahatan.
"Yang tidak boleh adalah kongkalikong antara calo dengan perusahaan menjual tiket, sehingga nggak bisa beli tiket di tempatnya kemudian bisa dijual melalui calo. Maka ini kejahatan," tutur Buya Yahya.
"Jadi jalur resminya ditutup akhirnya calo bisa liar nanti. Aslinya tiket dari perusahaan kan harga 100 ribu, cuman kalau langsung beli ke tempat tersebut (penjual tiket resmi) nggak dapat bagian, akhirnya ini sudah kerja sama kejahatan," sambungnya.
Buya Yahya juga mewanti-wanti untuk tidak bermain dengan hal-hal yang sifatnya menyangkut kepentingan orang banyak dan kemaslahatan umat.
"Jangan sampai kalau misalnya di sebuah transportasi negara itu biasanya untuk kemaslahatan umat, tapi ada yang bermain di dalamnya bisa jadi," ungkapnya.
Kata dia, orang yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan seperti itu nantinya bakal dipersulit urusannya oleh Tuhan.
Baca Juga: Lebih Baik Shalat Idul Fitri di Masjid atau Lapangan? Ini Penjelasan Buya Yahya
"Kejahatan itu enggak perikemanusiaan, memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, itu bukan akhlaknya manusia.
Padahal ini orang ini pengen pulang juga dengan duit pas-pasan kadang, cuman karena sudah terdesak enggak ada lagi transportasi, adanya tiket, sehingga menjadi melonjak jadi tiga kali lipat," terangnya.
"Ketahuilah, siapa pun yang dalam hidupnya mempersulit urusan orang, dia enggak akan bakal mudah urusan dia," tandasnya.