Menurutnya, melaksanakan ibadah Idul Fitri di lapangan terbuka bukan kegiatan politik maupun makar.
Maka dari itu, Muhammadiyah meminta kepada pemerintah pusat supaya tidak membiarkan pemerintah kelas daerah membuat kebijakan yang inkonstitusional.
"Pemerintah pusat, seharusnya tidak membiarkan pemerintah daerah membuat kebijakan yang bertentangan dengan Konstitusi dan melanggar kebebasan berkeyakinan," kata dia.
Sementara itu, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengimbau pemerintah daerah (Pemda) untuk mengakomodasi setiap permohonan izin penggunaan fasilitas umum di wilayah kerjanya untuk kegiatan keagamaan, termasuk untuk Shalat Idul Fitri.
"Saya mengimbau kepada seluruh pemimpin daerah agar dapat mengakomodasi permohonan izin fasilitas umum di wilayah kerjanya untuk penggunaan kegiatan keagamaan selama tidak melanggar ketentuan perundang-undangan," ujar Yaqut.
Jika terjadi perbedaan, Yaqut meminta masyarakat untuk saling menghormati. Perbedaan hendaknya direspon dan disikapi dengan bijak.
"Saya mengimbau kepada seluruh umat Islam untuk menghormati perbedaan pendapat hukum," tambahnya.
Kepada seluruh pemimpin daerah, Menag juga meminta agar mereka dapat mengabulkan permohonan fasilitas umum untuk penyelenggaraan Shalat Id, sekalipun pelaksanaannya berbeda dengan hasil sidang isbat yang diputuskan Pemerintah.
Menurut Menag, hal ini penting untuk dilakukan dalam rangka merayakan perbedaan dengan cara arif dan bijaksana.
Menag mengajak seluruh pihak untuk senantiasa menjadikan sikap toleransi terhadap perbedaan pendapat sebagai ruh dan spirit dalam kehidupan keberagamaan sehari-hari. Hal tersebut yang menurut Yaqut sebagai wujud Gerakan Moderasi Beragama yang dicanangkan Pemerintah Indonesia.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024