Menu


Bupati Meranti hingga Wali Kota Bandung Yana Mulyana Kena OTT KPK, Ongkos Politik Mahal Dinilai Jadi Biang Kerok Korupsi

Bupati Meranti hingga Wali Kota Bandung Yana Mulyana Kena OTT KPK, Ongkos Politik Mahal Dinilai Jadi Biang Kerok Korupsi

Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso

Konten Jatim, Jakarta -

Ahli hukum tata negara, Refly Harun menyebut bahwa mahalnya ongkos politik adalah biang kerok dari masifnya praktik korupsi oleh berbagai kepala daerah di Indonesia.

Hal ini menyusul adanya operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil, serta yang terbaru Wali Kota Bandung Yana Mulyana.

"Lagi-lagi OTT kepala daerah. Pertanyaan saya, ada nggak sih kepala daerah yang tidak korupsi? Rasanya nggak ada. Semua kepala daerah pasti korupsi," ujarnya dari kanal YouTube Refly Harun, dikutip Konten Jatim pada Minggu (16/4/2023).

Baca Juga: Gerindra Dukung Langkah KPK untuk Lanjutkan Proses Wali Kota Bandung Yana Mulyana

"Kita bicara kemarin Bupati Meranti, sekarang Wali Kota Bandung. Tinggal antre kepala daerah lainnya. Tinggal mau atau tidak KPK," terangnya.

Menurut Refly, ini menandakan bahwa biaya pemilu yang mahal melahirkan pemimpin-pemimpin koruptor, penyuap, dan yang kongkalikong dengan oligarki.

"Mereka korupsi salah satunya adalah karena biaya Pemilu begitu mahal. Yang kedua adalah, pemilu yang mahal itu hanya menghadirkan para koruptor, para penyuap, para pemain-pemain, mereka yang kongkalikong dengan pengusaha, dengan cukong, dengan bandar untuk maju sebagai calon kepala daerah," ucap Refly.

Dalam hitung-hitungannya, Refly menyebut bahwa gaji kepala daerah selama 5 tahun tak mampu untuk mengembalikkan modal sang kepala daerah, apabila hanya bergantung pada pendapatan resmi.

Maka dari itu, beber Refly, mereka diduga banyak yang memainkan anggaran, kebijakan, dan yang lain sebagainya untuk bisa balik modal.

"Bayangkan, membeli partai politik itu bermilyar-milyar. Gaji kepala daerah cuma berapa. Ada yang mengatakan dengan take home pay-nya kira-kira 30 juta. Let's say kita naikkan jadi 50 juta. 50 x 12 itu cuma 600 juta, dikali 5 tahun cuma 3 miliar. Bayangkan berapa yang dia keluarkan untuk pilkada," ucapnya.

"Jadi hampir tidak masuk akal. Tidak mungkin dia tidak korupsi. Karena kalau hanya mengandalkan pendapatan resmi yang kurang lebih 50 juta per bulan, tidak akan cukup. Lalu apa yang terjadi? Ya dia kalau tidak mainkan anggaran ya apa aja. Mainkan kebijakan. Intinya adalah pasti melakukan tindak pidana korupsi," tutur Refly.

Maka dari itu, Refly sangat mendukung threshold sebesar 0 persen agar biaya politik juga tak mahal.

"Harusnya ini membawa keprihatinan bagi pemerintahan Presiden Jokowi untuk mengubah sistem pemilihannya, ya salah satunya threshold itu," bebernya.

Baca Juga: Wali Kota Bandung Yana Mulyana Terjaring OTT KPK, Gerindra: Dia Sudah Tak Pernah Hadir di Acara Partai

Sebelumnya, KPK menetapkan Wali Kota Bandung Yana Mulyana sebagai tersangka kasus dugaan korupsi suap pengadaan CCTV dan ISP (Internet Service Provider) Bandung Smart City.

Selain Yana, KPK juga menetapkan lima orang tersangka lainnya yang merupakan pejabat di Dinas Perhubungan Kota Bandung setelah sebelumnya terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait kasus tindak dugaan korupsi tersebut.

KPK juga mengamankan barang bukti berupa uang dalam bentuk pecahan rupiah, dolar Singapura, dolar Amerika Serikat, ringgit Malaysia, baht Thailand serta sepasang sepatu merk Louis Vuitton tipe Cruise Charlie Sneaker 1A9JN8 berwarna putih, hitam, dan cokelat. Total nilai barang bukti yang diamankan Rp 924,6 juta.

Yana Mulyana akan mendekam selama 20 hari ke depan di rumah tahanan (rutan) KPK pada gedung Merah Putih, terhitung sejak 15 April hingga 4 Mei 2023.

Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan