Dia mencontohkan, kasus gratifikasi peminjaman helikopter oleh Ketua KPK, Firli Bahuri. Hanya saja, beber dia, Firli hanya diberi sanksi etik oleh Dewas KPK.
Idealnya, kata Abdullah Hehamahua, kalau Dewas KPK serius bisa rekomendasi ke Bagian Penindakan KPK untuk memproses Firli. "Karena helikopter itu adalah gratifikasi, diberikan oleh seseorang yaitu dalam Undang-undang No.31/1999 jo pasal 12 B itu adalah gratifikasi,"tegasnya.
Abdullah Hehamahua menambahkan, sepanjang hidupnya dan sejarah KPK, selain Firli, ia belum pernah melihat pimpinan KPK lainnya memasang baliho dirinya di mana-mana. Hal tersebut, kata dia, sudah melanggar kode etik.
Baca Juga: Firli Bahuri Diperiksa Dewas KPK, Novel Baswedan: Emang Sering Buat Pelanggaran dan Bermasalah
Terakhir tentang bocornya informasi penyelidikan KPK di Kementerian ESDM. Dia tidak sependapat dengan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, yang menyatakan soal kebocoran itu tidak ada pengaruhnya. "Saya katakan itu fatal sekali pernyataan pimpinan KPK seperti itu. Karena salah satu kehebatan KPK itu adalah OTT," jelasnya.
Menurutnya, kalau dokumen penyelidikan KPK bocor tentu akan berdampak. "Kemudian ketika OTT ditemukan barang barang bukti dan Kalau misalnya surat penyelidikan diketahui oleh orang di ESDM, maka kemudian diberitahu ke pihak terkait untuk mengamankan dokumen. Itu pengaruhnya," tegasnya.
Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan