Menjelang akhir bulan Ramadan berakhir, banyak masyarakat Indonesia berbondong-bondong kembali ke kota kampung halaman mereka agar bisa menikmati lebaran bersama keluarga terdekat. Ini sudah menjadi tradisi tahunan mayoritas penduduk Indonesia.
Tradisi ini dikenal dengan sebutan mudik. Kegiatan ini amat memungkinkan mengingat pemerintah mengakomodasi tradisi ini dengan menyuplai banyak armada transportasi umum serta memberikan cuti lebaran yang cukup panjang, setidaknya seminggu.
Meskipun sudah menjadi tradisi tahunan, bisa jadi belum banyak orang yang mengetahui asal usul kata mudik. Berikut penjelasan lengkapnya melansir situs resmi Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Kamis (13/4/2023).
Baca Juga: Heru Budi Imbau Pemudik Tak Boyong Kerabat ke Jakarta, Tatak Ujiyati Bandingkan dengan Era Anies
Asal Usul Kata Mudik
Tidak bisa disalahkan jika ada yang berpikir bahwa kata “mudik” berasal dari Bahasa Arab atau semacamnya, mengingat tradisi ini cukup kental dalam umat Islam di Indonesia, meskipun banyak juga umat lain yang ikut mudik jelang lebaran.
Kenyataannya, kata mudik merupakan istilah yang berasal dari Bahasa Melayu, yakni “udik”. Jika mengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata udik mempunyai beberapa arti berbeda, seperti hulu sungai, desa, atau kampungan.
Semua artian tersebut memiliki kaitan dengan kata mudik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa masyarakat yang melangsungkan mudik tandanya pergi kembali ke kampung halaman yang bisa jadi berupa desa.
Selain itu, kata mudik juga bisa berarti kembali ke hulu yang berarti ujung atau sumber dari sungai ini. Artian ini mengacu kepada orang-orang yang kerap pergi ke “hilir atau “muara sungai”, yang jika diterapkan dalam dunia nyata berarti kota-kota lain.
Ada juga informasi yang mengatakan kalau mudik merupakan dalam Bahasa Jawa yaitu "Mulih dhisik" yang bermakna "Pulang dahulu". Walau belum dapat dipastikan kebenarannya, namun teori ini cukup beredar luas, terlebih di kalangan masyarakat pulau Jawa.
Baca Juga: ‘Ladang’ Rekreasi Pasca Silaturami, Ustadz Khalid Basalamah: Jangan Jadikan Mudik Pintu Kemaksiatan
Kepopuleran Kata Mudik
Dijelaskan oleh Antropolog UGM, Heddy Shri Ahimsa-Putra bahwa kepopuleran kata mudik di kalangan masyarakat Indonesia terjadi pada medio 1970-an di kalangan orang-orang di kota besar macam Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Di masa itu, tidak sedikit orang-orang dari pedesaan yang merantau ke kota besar untuk mencari pekerjaan yang lebih layak. Mudik ini merupakan ajang untuk bertemu dengan sanak saudara dan melepas kangen.
Baca Juga: Menhub: Yang Mudik Duluan, Dapat Diskon
Tetapi, ada juga fungsi mudik di masa itu yang sampai sekarang juga masih digunakan, yakni sebagai ajang pamer keberhasilan dan kesuksesan setelah merantau dari kota-kota besar. Hal ini masih bisa dilihat di sejumlah kalangan masyarakat, khususnya mereka yang tinggal di pedesaan.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024