“Dengan begitu, akan ada pasangan capres dari koalisi besar, PDIP, dan Koalisi Perubahan. Pilihan ini diharapkan dapat meminimalkan keterbelahan di tengah masyarakat setelah pemilihan umum,” kata dia.
Pemerintah dan elemen bangsa akan lebih mudah menyatukan berbagai kelompok masyarakat untuk mendukung pembangunan setelah proses pemilu 2024. Serangan terhadap pemerintah lebih cepat berkurang. Konsolidasi nasional dan penguatan persatuan bangsa menjadi lebih mudah.
Baca Juga: Pengamat: Koalisi Besar akan Kalah Jika Usung Prabowo
Plus dan minus
Jamiluddin lalu mengungkap untung rugi adanya koalisi besar di Pemilu 2024. Peluang terjadinya hanya dua pasang capres-cawapres semakin besar juga.
“Plusnya, pasangan capres yang diusung berpeluang hanya dua. Kalau hal ini terwujud, maka Pilpres 2024 cukup satu putaran. Pilpres satu putaran dapat menghemat anggaran. Hal ini pas di tengah APBN yang relatif berat,” kata dia.
Sementara ruginya jika Koalisi Besar ini terbentuk, akan terjadi dua pasangan. Rakyat tidak banyak diberi alternatif pilihan. Padahal idealnya demokrasi diharapkan memberi lebih banyak pilihan. Apalagi masyarakat Indonesia yang begitu heterogen.
Selain itu, lanjutnya, keterbelahan akan semakin menguat di tengah masyarakat. Padahal keterbelahan akibat Pilpres 2019 masih menguat.
“Minus lainnya, bila koalisi besar menang pada Pilpres 2024, maka dominasi partai pendukung pemerintah sangat kuat. Hal ini dapat memperlemah DPR dalam pengawasan, seperti yang terjadi saat ini. DPR praktis sangat lemah dihadapan pemerintah,” tutur dia.
Sebaliknya, bila Koalisi Perubahan yang menang, DPR berpeluang sangat kuat. Sebab, Koalisi besar akan mendominasi DPR, yang akan terus mengganggu pemerintah.
“Pemerintah akan terus jadi bulan-bulanan, sehingga sulit bekerja maksimal karena minimnya dukungan dari DPR,” tutur dia.
Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan