Menu


Mahfud MD dan Sri Mul Belum Satu Suara Soal Transaksi Rp349 T

Mahfud MD dan Sri Mul Belum Satu Suara Soal Transaksi Rp349 T

Kredit Foto: Antara/Rivan Awal Lingga

Kemudian pihaknya melakukan pendalaman dan penyelidikan soal tidak pidana kepabeanan. Ekspor emas itu akhirnya disetop Bea Cukai. Dan, proses masuk ke Pangadilan pada 2017-2019. 

Suahasil memaparkan, di tingkat Pengadilan Negeri, pihak Bea Cukai kalah, lalu maju untuk kasasi hingga akhirnya menang di tingkat tersebut. Kemudian pihak perusahaan yang terlibat, mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan pihak Bea Cukai kembali kalah. "Dianggap tidak terbukti ada tindak pidana kepabeanan di PK pada 2019," ujar Suahasil. 

Baca Juga: Soal Beda Data Transaksi, Rocky Gerung: Sri Mulyani Dikelilingi Tukang Jilat, Diberi Data Hasil Manipulasi

Karena kalah, Kemenkeu tidak bisa mengusut dugaan TPPU dalam kasus ekspor 218 kg emas batangan itu. "Kalau tindak pidana tidak terbukti di pengadilan, ya TPPU-nya enggak maju," jelas Suahasil. 

Selanjutnya pada 2020, pihak Bea Cukai mengendus perusahaan yang sama melakukan ekspor emas dengan modus yang sama. Tapi karena sudah kalah di PK pada 2019, pihak Kemenkeu pun mencoba mengejar pajak perusahaan tersebut. Pajak perusahaan yang mengekspor logam mulia itu pun ditangani oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pihak DJP telah memeriksa sejumlah wajib pajak baik perusahaan maupun orang pribadi.

"Hingga saat ini nilai penerimaan pajak yang dihasilkan terkait dengan informasi hasil pemeriksaan PPATK tersebut senilai Rp 16,8 miliar dan mencegah restitusi senilai Rp 1,6 miliar," papar Suahasil.

Apa kata Presiden Jokowi soal kisruh ini? Jokowi enggan bicara panjang lebar. Mantan Wali Kota Solo itu meminta awak media menanyakan langsung persoalan ini pada Mahfud dan Sri Mulyani. 

Di tempat terpisah, Mahfud MD mengomentari pernyataan Suahasil. Ia mengomentari berita online yang isinya pernyataan Suahasil. "Akhirnya clear-kan? Wamenkeu mengakui tidak ada perbedaan data antar Kemenkeu dan Menko Polhukam/PPATK tentang dugaan pencucian uang. Angka agregat Rp 449 triliun dengan 300 surat. Bedanya hanya cara memilah data. Itu yang saya bilang di DPR. Sekarang tinggal penegakan hukumnya," cuit Mahfud, di akun Twitter @mohmahfudmd. 

Sementara itu, Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar meminta, Aparat Penegak Hukum (APH) segera menemukan unsur pidana di balik skandal Rp 349 triliun. Fickar memandang, KPK mesti terlibat aktif dalam pengusutan skandal ini. Ia meyakini KPK punya perangkat penyelidikan dan SDM yang memadai.

Baca Juga: Benny Singgung Masa Lalu Mahfud MD, Refly Harun: Memang Tak Sempurna, Tapi Punya Komitmen Bongkar Transaksi Rp 349T

Fickar menyebut, skandal ini dapat lebih cepat terungkap ketika sudah ada alat bukti yang sah seperti keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk. Di sinilah APH dapat PPATK. "Menko Polhukam tidak bisa memaksa (penyelidikan) sepanjang belum ada bukti-bukti yang nyata sebagaimana diatur dalam 184 KUHAP," ujar Fickar, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO

Tampilkan Semua Halaman

Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Konten Jatim dengan Rakyat Merdeka.