Menu


Biografi Al-Farabi, Pelopor Ilmu Filsafat Barat dari Timur

Biografi Al-Farabi, Pelopor Ilmu Filsafat Barat dari Timur

Kredit Foto: The Astana Times

Konten Jatim, Depok -

Mayoritas masyarakat luas mungkin lebih banyak mengetahui ilmuwan yang mempunyai latar belakang dunia barat. Namun, orang-orang dari timur juga memiliki cukup banyak ilmuwan dan cendekiawan yang berpengaruh dalam ilmu pengetahuan.

Dalam dunia filsafat misalnya, ada sosok ilmuwan Muslim bernama Al-Farabi yang banyak dianggap sebagai salah satu pelopor ilmu filsafat di dunia barat dan bahkan tidak ragu disebut sebagai “Guru Kedua” filsafat.

Siapa sebenarnya sosok Al-Farabi yang begitu tersohor dalam ilmu filsafat? Berikut informasi mengenai biografi Al-Farabi menyadur Britannica dan beberapa sumber lain pada Jumat (31/3/2023).

Baca Juga: Ini Perbedaan Antara Filsafat Dengan Ilmu Fikih Menurut KH Ahmad Zahro

Biografi Al-Farabi

Al-Farabi disebutkan memiliki nama lengkap Abū Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Fārābi. Dirinya juga terkadang disebut dengan nama Abū Nasir al-Fārābi. Sementara di dunia barat, Al-Farabi dikenal dengan nama Alpharabius atau Avenassar.

Terlepas dari apapun panggilannya, tidak menutup fakta kalau Al-Farabi disebut-sebut sebagai salah satu sosok filsuf terbesar di eranya. Bahkan, namanya sering disetarakan oleh Aristoteles, bapak filsuf dunia yang diketahui mempelopori banyak pemikiran.

Diketahui Al-Farabi lahir di wilayah Turkistan sekitar tahun 878 Masehi. Sebenarnya, tidak banyak yang diketahui mengenai Al-Farabi. Semua cerita yang disampaikan oleh peneliti masih dikaji dan berasal dari kisah turun-temurun masyarakat sekitar atau dari cerita orang yang mengaku keturunannya.

Disebutkan kalau Al-Farabi sudah menunjukan kecerdasannya sejak belia. Dirinya mempelajari banyak topik seperti Al-Qur’an, matematika, tata bahasa dan ilmu lainnya. Semua dilakukan dengan lancar tanpa hambatan.

Dirinya menghabiskan waktunya di Bukhara, sebuah kota yang terletak di Kazakhstan untuk belajar dan menuntut ilmu di sana sebelum akhirnya mengembara ke Baghdad, Irak, ketika dirinya memasuki usia yang ke-50 tahun.

Di sanalah dirinya mulai menemukan keinginan untuk belajar filsafat dari Filsuf Kristen terkenal bernama Yuhana bin Jilad. Perlahan tapi pasti, Al-Farabi mengembangkan teori filsafatnya sendiri. Nama Al-Farabi akhirnya terdengar sampai dunia barat.

Baca Juga: Profil Ibnu Sina, Ilmuwan Paling Berpengaruh dalam Islam

Jadi “Guru Kedua” Sebelum Meninggal

Pemikiran-pemikiran Al-Farabi sempat sampai ke telinga para filsuf di dunia barat seperti Aristoteles, Plato dan Plotinus. Mereka banyak mendapat pengetahuan baru setelah mempelajari pendapat dan pemikiran Al-Farabi dalam banyak aspek.

Lebih dari itu, Al-Farabi juga banyak memperoleh ilmu dari para filsuf ini yang membantunya membentuk pemikirannya tersendiri. Bahkan, Al-Farabi dijuluki sebagai “Guru Kedua” dunia filsafat, berada persis di bawah Aristoteles sebagai Guru Pertama.

Baca Juga: Deretan Penemuan Ibnu Sina yang Jadi Terobosan Dunia Ilmu Pengetahuan

Ini membuktikan bahwa pemikiran Al-Farabi ini banyak dipakai tidak hanya oleh masyarakat Muslim saja, melainkan juga orang-orang di dunia barat.

Pada akhirnya, Al-Farabi diketahui meninggal di Damaskus, Suriah pada 951 masehi. Saat itu, Al-Farabi sudah memasuki usia 80 tahun. Dirinya meninggal dan dikenang masyarakat luas sebagai salah satu filsuf dengan pemikiran yang membantu membentuk lanskap filsafat modern.

Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024