Menu


Menelusuri Perkembangan Film Indonesia dari Masa ke Masa

Menelusuri Perkembangan Film Indonesia dari Masa ke Masa

Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja

Konten Jatim, Depok -

Pada Kamis (30/3/2023), Indonesia akan merayakan Hari Film Nasional ke-73. Diresmikan pada 30 Maret 1950, Hari Film Nasional merupakan upaya meningkatkan kepercayaan diri, motivasi para insan film Indonesia serta untuk meningkatkan prestasi yang mampu mengangkat derajat film Indonesia secara regional, nasional dan internasional.

Di masa lampau, bisa dikatakan hanya ada beberapa film Indonesia yang menonjol dan menjadi pusat perhatian orang-orang. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, banyak orang yang mulai tertarik menonton film buatan anak bangsa karena perkembangannya yang amat pesat.

Bagaimana sebenarnya perkembangan film Indonesia dari masa ke masa? Berikut penjelasannya melansir jurnal Universitas Indonesia (UI) serta beberapa sumber lain.

Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Peringatan Hari Film Nasional yang ke-73

Perkembangan Film Indonesia dari Masa ke Masa

Awal Masuknya Film ke Indonesia

Adalah di masa penjajahan Belanda, periode di mana orang-orang Indonesia diperkenalkan dengan film. Namun, kebanyakan film yang dipertontonkan kepada masyarakat lokal merupakan film-film berbahasa Belanda yang tidak sedikit di antaranya merupakan alat propaganda pengenalan Belanda kepada kolonialisme mereka.

Indonesia sendiri diketahui kali pertama memproduksi film pada pertengahan 1920-an. Lagi-lagi, film di Indonesia ini mayoritas kru film ini merupakan orang Belanda atau penduduk Tiongkok yang melancong ke Indonesia. Jenis film yang mereka produksi adalah film bisu tanpa suara.

Dan ketika Belanda pergi meninggalkan Indonesia, produksi film di negara ini masih berlanjut, hanya saja dipegang oleh Jepang yang saat itu “menggantikan” peran Belanda.

Awal Mula Produksi Film Independen

Barulah setelah Indonesia seutuhnya merdeka dari penjajah, banyak orang yang mencoba memproduksi film sendiri secara independen, berbekal pengetahuan yang didapat dari Belanda dan Jepang. Namun, barulah di tahun 1950 Indonesia disebut-sebut mengalami kebangkitan industri perfilman.

Ada 2 tokoh yang dikatakan menjadi pelopor kebangkitan dunia film di Indonesia. Tokoh-tokoh tersebut adalah Usmar Ismail dan Jamaludin Malik. Masing-masing membentuk perusahaan film lokal bernama Perfini dan Persari.

Baca Juga: Tonton Film Dokumenter, Anies Baswedan Singgung soal 'Pelemahan Demokrasi'

Nama Usmar Ismail menjadi sosok pertama yang memproduksi film lokal sendiri. Saat itu, film berjudul Darah dan Doa dikatakan menjadi salah satu pelopor film lokal di masa itu. Tanggal 30 Maret 1950 merupakan hari pertama perekaman gambar dimulai dan diambil menjadi Hari Film Nasional.

Perlahan tapi pasti, industri film di Indonesia berkembang. Banyak film-film yang muncul dari medio 1950-an sampai awal 1906-an yang dinikmati oleh banyak kalangan masyarakat dan salah satu bentuk hiburan yang digemari.

“Serangan” Film Luar Negeri dan Propaganda Politik

Namun, masuk ke dekade 60-an, Indonesia mulai mengimpor beberapa film dari luar negeri, khususnya dari Amerika Serikat yang memang dikenal memiliki akar industri hiburan kuat. Ini membuat masyarakat Indonesia beralih ke film-film luar negeri dan meninggalkan karya anak bangsa.

Alasannya cukup sederhana, karena kualitas film luar negeri lebih baik dibanding dalam negeri. Akibatnya, menonton film dalam negeri dianggap sebagai penurunan kualitas. Namun, hal ini bertambah buruk dengan fakta kalau film dalam negeri kerap dijadikan sebagai alat propaganda politik.

Baca Juga: Pj Gubernur DKI Ajak 250 Anak Yatim Piatu Nobar Film ‘Tegar’, Bagi Goodie Bag Isi Uang

Salah satu yang paling terkenal adalah film dokumenter G30S PKI yang menunjukan betapa kejamnya Partai Komunis Indonesia (PKI). Meskipun dilandasi sesuai fakta yang ada, ini menunjukan kalau film sudah tidak hanya dipakai sebagai bentuk hiburan, melainkan juga alat propaganda.

Orde Baru sampai Awal Reformasi

Industri film memasuki pertengahan orde baru bisa dikatakan membaik. Mulai banyak film-film bermunculan dengan berbagai tema. Bisa dibilang film-film ini mengambil inspirasi dari dunia barat mulai dari plot, humor dan bahkan sensualitas. Dengan demikian, tidak sedikit film buatan Indonesia yang saat itu dilarang tayang.

Ini dikarenakan film-film ini “tidak sesuai dengan Pancasila” dan memiliki pengaruh kebarat-baratan. Beberapa film macam karya-karya Trio Warkop DKI Dono, Kasino dan Indro juga tidak boleh tayang karena dianggap terlalu keras mengkritik pemerintah.

Masuk ke awal 2000-an, industri film Indonesia sesekali memunculkan film-film yang dikenang oleh masyarakat luas seperti Petualangan Sherina, Ada Apa Dengan Cinta (AADC) dan Nagabonar. Namun, tidak sedikit juga yang mengingat medio tersebut sebagai masa yang penuh dengan film horor nan sensual.

Baca Juga: 5 Film Bertema tentang Kebobrokan Institusi Polisi yang Bisa Mengisi Weekend Anda: Ada dari Hollywood, Bollywood hingga Hongkong

Ini dikarenakan selain memunculkan film-film yang memang berkualitas bagus, lebih banyak lagi film horor dengan bajet minimal yang mayoritas tidak memperhatikan plot atau sinematik, tetapi adegan-adegan syur.

Film Indonesia Sekarang

Sekarang, kualitas film Indonesia bisa dikatakan sudah meningkat drastis. Banyak film yang biaya produksinya tidak main-main namun bisa menghasilkan keuntungan luar biasa karena kualitasnya yang melebihi film-film Indonesia di masa lampau.

Ini bisa dibuktikan dengan fakta kalau banyak film terlaris di Indonesia yang muncul menjelang tahun 2020. Ini bukti bahwa industri perfilman Indonesia sudah jauh lebih baik dan berada di jalan yang benar ketimbang masa lalu.

Baca Juga: Aktor Film 'Ketika Cinta Bertasbih' Bikin Pertanyaan Siapa yang Cocok Jadi Cawapres, Jika Anies Baswedan Jadi Capres?

Kini, film-film di Indonesia mampu bersaing dengan film luar negeri di layar kaca dan aksesnya juga bisa dijangkau melalui gawai pribadi.

Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO