Menu


Terlepas Kejujuran Richard, Sebenarnya Inilah Titik Awal yang Menguak Kejahatan Ferdy Sambo, Tanpa Momen Ini, Rencana Busuknya Akan Lancar

Terlepas Kejujuran Richard, Sebenarnya Inilah Titik Awal yang Menguak Kejahatan Ferdy Sambo, Tanpa Momen Ini, Rencana Busuknya Akan Lancar

Kredit Foto: ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan

Konten Jatim, Jakarta -

Jumat (8/7/2022) pagi itu, tak ada sama sekali firasat buruk yang singgah di benak Samuel Hutabarat dan sang istri, Rosti Simanjuntak.

Ditemani anak sulung mereka, Yuni Hutabarat, Samuel dan Rosti tengah berwisata rohani sembari menikmati waktu luang di kampung halaman mereka di Tarutung, Sumatera Utara.

Karena tuntutan pekerjaan, anak-anak Samuel dan Rosti yang lain tak bisa ikut serta, salah satunya Nofriansyah Yosua Hutabarat, seorang bintara polisi berpangkat Brigadir yang bertugas sebagai ajudan Irjen Ferdy Sambo, Kadiv Propam Polri.

Baca Juga: 3 Keanehan di Surat Kuasa Richard yang Bikin Deolipa Yumara Yakin Bukan Pemuda 24 Tahun Itu yang Buat, "Dia Brimob, Bukan Mahasiswa Hukum!"

Seperti kaum generasi baby boomer pada umumnya, setiap momen foto di Tarutung langsung Samul bagikan di grup keluarga besar.

Salah seorang penghuni grup pun merespons foto-foto mereka.

"Asik kali bah," tulis si pengirim pesan yang ternyata si Yosua.

Setelah itu, terjadi interaksi percakapan antara Yosua dan keluarga perihal foto-foto di Tarutung, terutama dengan kedua orangtuanya.

Saat mengomentari foto ayah dan ibunya itu, Yosua masih berada di Magelang, Jawa Tengah.



Pada sekitar pukul 10.00, Yosua berpamitan ke keluarganya. Tapi bukan pamitan khas orang yang akan pergi meninggalkan sesuatu atau apapun.

Saat itu, Yosua hanya pamit untuk meninggalkan sejenak percakapan di grup WA keluarga karena harus segera bertugas kembali mengawal istri komandannya, Putri Candrawathi, kembali ke Jakarta.

Sang ibu kemudian mendoakan sang anak supaya perjalanannya lancar dan selamat sampai tujuan.

"Siap ma," jawab Yosua sekitar pukul 11.00 WIB.

Siapa yang menyangka, chat 'siap ma' itu jadi chat terakhir yang dikirim Yosua di grup WA keluarga besarnya itu.

Baca Juga: Kisah Perkenalan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Menikah dan Akhirnya Merayakan Wedding Anniversary ke-22 Sebelum Insiden Maut 8 Juli

Perjalanan Yosua dari Magelang ke Jakarta memang lancar. Ia selamat sampai tujuan.

Namun, kejadian tak terduga ia alami sekitar 1,5 jam setelah tiba di Jakarta. 

Apa yang terjadi pada Yosua adalah kejadian yang sempat kita anggap sebagai kasus polisi tembak polisi.

Peristiwa tersebut juga membuat Yosua lebih dikenal dengan inisial barunya, Brigadir J.


Jumat (8/7/2022) selepas petang, ponsel Yuni Hutabarat tiba-tiba berdering saat ia tengah asyik ngobrol-ngobrol dengan keluarga besarnya di Padangsidempuan, Sumatera Utara.

Penelpon adalah Reza, adik bungsunya.

Seperti Yosua, Reza juga seorang polisi yang berdinas di Mabes Polri, tepatnya di Pelayanan Markas.

Percakapan Yuni dan Reza sempat putus-putus akibat buruknya jaringan yang memaksa sang kakak keluar ke teras.

Namun, siapa sangka, jaringan yang bagus justru membuat Yuni jadi mendengar dengan jelas kabar buruk yang disampaikan sang adik.

"Adek Frian meninggal," katanya sambil menangis keras yang membuat kedua orangtua dan keluarga besarnya sempat bingung.

Frian adalah panggilan Yosua di keluarganya.

Baca Juga: Kasus Ferdy Sambo Menguak Banyak Masalah, Salah Satunya Penggunaan Patwal untuk Urusan yang Tidak Mendesak, Pernah Dikeluhkan Hotman Paris

Saat mendengar kabar buruk tentang sang anak, yang Samuel tahu saat itu putranya tewas karena baku tembak dengan sesama rekannya di kepolisian.

Di tengah kebingungan dan informasi yang masih minim, Samuel langsung bergegas mengajak si sulung dan sang istri kembali ke rumah mereka di Muaro Jambi, sekitar 24 jam perjalanan dari Padangsidempuan.

Mereka akhirnya tiba pada keesokan malamnya.

Saat itu, peti jenazah Yosua sudah tergeletak di ruang utama rumah mereka. Anggota keluarga besar yang lain sudah berkumpul.

Ada satu hal yang membuat Samuel heran. Peti jenazah anaknya sudah dikunci dengan baut. Ada anggota polisi yang juga berjaga di sana.

Menurut Samuel, pihak keluarga sempat dilarang untuk membuka peti jenazah. Tak cuma itu, keluarga juga dilarang mengambil gambar.

Situasi ini membuat keluarga meradang dan sempat terjadi sedikit ketegangan dengan polisi yang mengantarkan jenazah.

"Saya disuruh tanda tangan dulu, baru nantinya boleh dibuka. Saya tolak, karena itu sama dengan membeli kucing dalam karung," kata Samuel.

Samuel menolak untuk tanda tangan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

Setelah lama bersitegang, polisi akhirnya mengizinkan peti jenazah Brigadir J untuk dibuka, dengan catatan hanya boleh dilihat orangtua, saudara kandung dan bibi.

Baca Juga: Isu di Balik Adanya Petinggi Polri yang Ancam dan Desak Pengacara Bharada E untuk Mundur, Ternyata Cerita Sebenarnya Seperti Ini

https://kontenjatim.id/read1927/isu-di-balik-adanya-petinggi-polri-yang-ancam-dan-desak-pengacara-bharada-e-untuk-mundur-ternyata-cerita-sebenarnya-seperti-ini

Saat peti dibuka, orang lain selain keluarga inti diminta untuk keluar ruangan. Sesaat itu juga polisi langsung menutup jendela dan tirai di rumah duka.

Menurut Samuel, pembukaan peti oleh keluarga yang disaksikan polisi pengantar jenazah hanya berlangsung singkat.

"Dibukanya itu sedikit sekali. Ibunya teriak-teriak dia, karena melihat banyak sekali luka di bagian tubuh dan wajah," ucap Samuel.



Kengototan keluarga Samuel untuk membuka peti jenazah Yosua adalah titik awal yang kemudian menguak semua rencana busuk Ferdy Sambo.

Karena peti dibuka, Samuel bisa menyaksikan langsung kondisi jasad anaknya.

Sikap skeptis pada penjelasan polisi kemudian menuntunnya untuk terhubung dengan Kamaruddin Simanjuntak, seseorang yang kini kita kenal sebagai pengacara keluarga Yosua.

Baca Juga: Selain Rp 1 Miliar, Ada Hal Lain yang Dijanjikan Ferdy Sambo ke Richard! Kalo Ini Erat Kaitannya dengan Pengaruh Kuat si Jenderal Bintang 2 Itu di Polri

Jadi, bisa dibayangkan seandainya Samuel menerima begitu saja penjelasan polisi dan tak ngotot untuk membuka peti?

Bisa jadi, skenario yang disusun Ferdy Sambo akan berjalan lancar dan sampai hari ini kita tidak pernah tahu ada perbuatan kriminal yang dilakukan seorang petinggi institusi negara yang harusnya berada di garda terdepan dalam memerangi kejahatan.

Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO