Komisi Pemilihan Umum (KPU) Indonesia mengajukan kasasi lanjutan ke Pengadilan Tinggi untuk menyelesaikan kasasinya terhadap putusan PN Jakpus yang salah satunya memerintahkan penundaan tahapan Pemilu 2024. Selain itu, KPU menunjuk Heru Widodo (HWL) sebagai kuasa hukum untuk menangani kasus ini.
Memori banding tambahan ini sudah diajukan KPU pada Jumat (10/3/2023) lalu.
Baca Juga: Partai Prima Berpeluang Maju Pemilu 2024, KPU Rencanakan Verifikasi Perbaikan
Salah satu materi memori banding tambahan tersebut menyebut majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam putusan perkara telah melanggar kewajiban dengan tidak melakukan mediasi antara KPU dan Partai Prima terlebih dahulu.
"Pemeriksaan perkara biasa yang dijalankan tanpa mediasi, melanggar kewajiban hukum hakim, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) Perma 1/2016," ujar Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Mochammad Afifuddin dalam keterangannya, Rabu (22/3/2023).
Sesuai Pasal 4 ayat (1) Perma 1/2016 semua sengketa perdata wajib lebih dulu diupayakan mediasi kecuali ditentukan lain.
"Gugatan ini tidak termasuk perkara yang dikecualikan oleh Pasal 4 ayat (2) huruf a Perma 1/2016, bukan sengketa yang ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya. Bukti sebagai perkara perdata biasa adalah kode 'PDT.G' dalam Register Perkara Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst," jelas Afifudin.
Atas dasar itu sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (4) Perma 1/2016, jelas Afif, biasa ia disapa, pemeriksaan perkara di PN Jakpus atas gugatan Partai Prima cacat secara yuridis. Pasalnya, terjadi pelanggaran tanpa mediasi.
Pasal 3 ayat (4) Perma 1/2016 menyebutkan, dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), apabila diajukan upaya hukum maka Pengadilan Tingkat Banding atau Mahkamah Agung dengan putusan sela memerintahkan Pengadilan Tingkat Pertama untuk melakukan proses mediasi.
"Akibat dari terjadinya pelanggaran tanpa mediasi, pemeriksaan perkara cacat yuridis, serta harus ditetapkan putusan sela untuk dilakukan mediasi," kata Afif.
Selanjutnya KPU memohon penangguhan putusan serta merta sesuai amat putusan PN Jakarta Pusat. Sehubungan dengan permohonan dijatuhkannya putusan sela di tingkat banding beralasan hukum.
"Terdapat kepentingan negara yang wajib diutamakan dalam rangka menjalankan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945, bahwa Pemilu dilaksanakan secara luber dan jurdil setiap lima tahun sekali, yang tidak dapat ditunda," ujarnya.
"Dalam UU Pemilu tidak dikenal alasan penundaan Pemilu, tetapi hanya Pemilu lanjutan dan Pemilu susulan, dengan pemberlakuan khusus dalam Pasal 431 dan Pasal 432 UU Pemilu," ucapnya menambahkan.
KPU menilai pemeriksaan perkara a quo terdapat eksepsi kompetensi absolut yang bersinggungan dengan kewenangan badan-badan peradilan pemilu. Oleh dasar itu, tidak menutup kemungkinan adanya dua atau lebih putusan yang berbeda.
KPU sebelumnya sudah mengajukan banding atas putusan PN Jakpus yang mengabulkan gugatan Partai Prima. Dalam putusan PN Jakpus tersebut, majelis hakim memerintahkan KPU menghentikan tahapan pemilihan umum tahun 2024 yang sudah berjalan dan mengulang dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.
"Di sisi lain berdasarkan amar putusan serta merta PN Jakpus, KPU diperintahkan menunda tahapan Pemilu dengan serta merta, yang juga dimaknai termasuk pula menunda tahapan verifikasi perbaikan sebagaimana amar putusan Bawaslu dimaksud," tandasnya.
Khazanah Islam: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024