"Celakanya serangan kritikan saya untuk menaikan martabat NU justru menuai kecaman dari loyalisnya. Begitu kuat mental feodalistik dan kebodohan akut yang meradang. Seolah tidak boleh dikritik, padahal esensinya membela hak mereka dalam bernegara," sambung dia.
Tambah Faizal, sikap kebodohan tersebut membuat ormas yang mengklaim terbesar di dunia makin hari makin redup. Lebih parah lagi, kata Faizal. Terposisi gagu dan tak berdaya menghadapi dinamika bernegara yang makin amburadul.
Baca Juga: Jika Prabowo Tunjuk Ganjar sebagai Cawapres, Keduanya Akan Menang di Pilpres 2024
Menurut Faizal, mestinya ormas NU terdepan bersikap kritis dan cerdas dalam bernegara. Tidak membiarkan Kemenkeu berubah jadi sarang garong.
"Begitu jelas umat dirugikan dengan pesta pora kejahatan korupsi. Tapi mereka lebih memilih dihargai dengan secuil fulus 1,5 triliuan," bebernya.
Tambahnya, andai separuh dari 300 T diberikan pada ormas NU, akan mendongkrak kesejahteraan umat yang mereka bina.
"Tapi, elitenya emong bego dan super sibuk dengan proposal recehan radikal-radikul. Alasannya untuk perangi kaum intoleran," katanya.
Baca Juga: Partai Ummat: Anies Harapan Petani, Buruh, dan Rakyat Jelata
"Bodohnya sangat keterlaluan. Tak beda dengan Sri Mulyani, yang menyebar fitnah Kemenkeu disusupi radikalis. Faktanya Kemenkeu jada sarang iblis dan tuyul pencuri yang rakyat!," pungkasnya.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO