Menu


Sampaikan Penjelasan di Sidang MK, Yusril: Proporsional Terbuka Tidak Sesuai Dengan UUD 1945

Sampaikan Penjelasan di Sidang MK, Yusril: Proporsional Terbuka Tidak Sesuai Dengan UUD 1945

Kredit Foto: Instagram/Yusril Ihza Mahendra

“Sehingga apa yang dicita-citakan dalam UUD 1945 mengenai pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat tidak pernah tercapai,” ucap dia.

Yusril mengakui bisa memahami kenapa Ketum PDIP, Megawati yang juga Presiden RI ke-5 itu begitu kesal dengan sistem Pemilu terbuka.  Yusril menduga Mega dilema dengan kerja-kerja partainya selama ini. Jauh-jauh hari telah mendidik kadernya, tapi kalah oleh orang yang memiliki uang di Pemilu.

Baca Juga: Soal Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu 2024, Yusril Sebut Majelis Hakim Keliru

“PDIP sudah mendidik kader kader, tapi kader-kader ini dikalahkan yang kemudian populer orang yang punya duit," kata Yusril.

Bahkan, ketika yang populer atau punya duit terpilih menjadi anggota legislatif, mereka merasa lebih berkuasa dibanding partai yang mengantarkannya sebagai wakil rakyat. Di sinilah, lanjut dia, kenapa kemudian diperlukan  penguatan lebih untuk partai politik. Caranya dengan memilih parpol alias menggunakan sistem proporsional tertutup. Karena yang mengantarkan mereka sebagai anggota dewan adalah parpol peserta Pemilu. 

Parpol tidak lagi fokus mengejar fungsi asasinya sebagai sarana penyalur pendidikan, dan partisipasi politik yang benar. Tak cuma itu. Yusril bilang, parpol juga tak lagi berupaya meningkatkan kualitas program, yang mencerminkan ideologi partai. Sibuk mencari fokus kandidat, yang dapat menjadi magnet meraih suara terbanyak.

"Partai tidak lagi fokus membina kader-kader muda secara serius, untuk kepentingan jangka panjang ideologi.  Hanya fokus mencari jalan pintas, dengan memburu kader-kader populer berkemampuan finansial, untuk mendanai kebutuhan partai," jelas pria bergelar profesor itu. 

Pola ini membuat kader-kader terbaik ideologis yang punya kapasitas untuk bekerja, tapi tidak begitu popular, tersingkir dari lingkaran partai secara perlahan. "Mereka digantikan oleh figur-figur terkenal, yang faktanya belum tentu bisa bekerja dengan baik,” tegas Yusril.

Di tempat terpisah, PDIP enggan mempermasalahkan pernyataan Yusril yang menyinggung Mega dalam gugatannya. PDIP meyakini semua pihak ingin memajukan demokrasi di Indonesia. Ada yang ingin langsung melompat masuk tahap demokrasi neo-liberal, bertahap, evolusioner, dan sesuai modal dan watak sosial masyarakat. 

"Yang penting kita harus memahami semangat dan jiwa konstitusi," tandas politisi PDIP Hendrawan Supratikno, kemarin. 

Sementara itu, Ketua DPP Partai Golkar Dave Laksono menyebut keliru jika proporsi Pemilu hanya dihitung dengan nominal. Menurut Dave, banyak juga calon yang menghabiskan dana besar tapi tidak berhasil. 

"Jadi segala sesuatu tidak selalu kembali kepada uang dan popularitas. Lebih utama adalah pengenalan dan kedekatan kepada rakyat. Dan proporsional tertutup akan menutup jalur tersebut," cetus Dave, kemarin. 

Menyoal pendidikan kader, diakui Dave, partainya punya sistem pembinaan. "Kami memiliki Golkar Institute yang melakukan pembinaan dan pembekalan bagi kader-kader yang hendak maju. Kami juga ada PDLT (prestasi, dedikasi, loyalitas dan tidak tercela) yang melakukan penilaian bagi kader yang akan dicalonkan dalam kontestasi politik apapun," tutur dia.

Khazanah Islam: Awas! Ini Sederet Posisi Seks yang Dilarang dalam Islam, tapi Nomor 2 Sering Dilakukan

Tampilkan Semua Halaman

Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Konten Jatim dengan Rakyat Merdeka.