Gugatan mengenai sistem pemilu proporsional terbuka kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin. Dalam sidang tersebut, Pimpinan Partai Bulan Bintang yang juga pihak dalam kasus tersebut, Yusril Ihza Mahendra, hadir untuk memberikan penjelasan. Menurutnya, sistem pemilu terbuka yang diterapkan selama ini tidak sesuai dengan UUD 1945.
Kehadiran Yusril terkait gugatan nomor 114/PUU-XX/2022 atas pasal sistem pileg proporsional terbuka dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Gugatam ini diajukan oleh Demas Brian Wicaksono (pengurus PDI-P), Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono. Belakangan. Yusril mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam gugatan tersebut.
Baca Juga: Yusril Ihza Mahendra: Hanya PDIP dan PBB Partai Ideologis, Parpol Lain Pragmatis
Pakar Hukum Tata Negara itu kemudian menyoroti sejumlah pasal di UU Nomor 17 tentang Pemilu yang berkaitan dengan sistem proporsional terbuka. Di antaranya, Pasal 168 Ayat 2, Pasal 342 Ayat 2, Pasal 353 Ayat 1 huruf d, Pasal 386 Ayat 2 huruf d, Pasal 420 huruf c dan d , Pasal 422 dan Pasal 426.
“Dinyatakan oleh Mahkamah bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 ayat 2, ayat 3, Pasal 6A ayat 2, pasal 22E ayat 1, ayat 2 ayat 3 dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945,” kata Yusril dalam kesaksiannya.
Kenapa bertentangan dengan konstitusi? Eks Menteri Kehakiman di era Presiden Megawati Soekarno Putri itu menjelaskan, norma hukum harus menghadirkan kepastian hukum yang adil bukan justru sebaliknya. Sedangkan UU Pemilu yang mengatur soal proporsional terbuka menimbulkan ketidakpastian hukum bagi parpol, para pemilihnya dan kualitas Pemilu itu sendiri.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO