Meski Gunung Ijen dinyatakan Level I atau Normal, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) tetap mengimbau masyarakat maupun wiasatawan agar tidak menginap di Kawah Ijen. Hal ini berdasarkan hasil pengamatan PVMBG secara visual, instrumental maupun potensi bahaya di Gunung Ijen.
Kepala Badan Geologi PVMBG Hendra Gunawan, melalui surat terkait evaluasi perkembangan aktivitas Gunung Ijen, menjelaskan, tingkat aktivitas Gunung Ijen pada Level I atau Normal ini terhitung sejak 1 Agustus 2023 pukul 12.00 WIB.
“Masyarakat di sekitar Gunung Ijen dan pengunjung atau wisatawan serta penambang agar tidak mendekati bibir kawah maupun turun dan mendekati dasar kawah Gunung Ijen serta tidak boleh menginap di Kawah Ijen dalam radius 500 meter,” kata Hendra, melalui suratnya kepada Jatim Newsroom Diskominfo Jatim.
Kepada masyarakat yang bertempat tinggal di sepanjang aliran Sungai Banyu Pait, Hendra juga mengimbau agar selalu waspada terhadap potensi ancaman aliran gas vulkanik yang berbahaya dan tetap memperhatikan perkembangan aktivitas Gunung Ijen.
“Jika tercium bau gas sulfur atau belerang yang menyengat atau pekat, maka masyarakat agar menggunakan masker penutup alat pernapasan. Untuk jangka pendek atau darurat dapat menggunakan kain basah sebagai penutup alat pernapasan,” imbau Hendra.
Selain itu, kepada pemerintah daerah seperti BPBD Provinsi dan Kabupaten maupun BKSDA, Hendra juga menganjurkan agar senantiasa berkoordinasi dengan Pos Pengamatan Gunung Api Ijen di Desa Tamansari, Kecamatan Licin, Kabupaten Benyuwangi, Jawa Timur atau PVMBG.
“Tingkat aktivitas Gunung Ijen dapat dievaluasi kembali jika terdapat perubahan aktivitas secara visual dan instrumental yang signifikan,” terang Hendra.
Hendra menjelaskan, Gunungapi Ijen secara geografis berada pada titik koordinat 08o03,30’ LS – 11414,31’ BT dan secara administratif masuk ke dalam wilayah Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso, Provinsi Jawa Timur.
“Erupsi Gunung Ijen sejak tahun 1900 berupa letusan-letusan freatik yang bersumber dari danau kawah. Erupsi freatik pada tahun 1993 menghasilkan kolom asap berwarna hitam dengan ketinggian mencapai 1000 meter. Pada tahun 2011 sampai 2012, mengalami peningkatan aktivitas berupa kenaikan kegempaan dan suhu air danau,” papar Hendra.
Pada tahun 2017, Hendra menerangkan, di Gunung Ijen terjadi tiga kali semburan gas (CO2 outbrust), lalu pada tahun 2018 juga terjadi lagi tiga kali semburan gas, yaitu pada 10 Januari 2018, 19 Februari 2018, dan 21 Maret 2018.
“Ini merupakan semburan gas yang cukup besar yang diikuti oleh terjadinya aliran gas menyusuri Lembah Sungai Banyu Pait hingga mencapai jarak lebih dari tujuh kilometer. Peningkatan kegiatan terakhir terjadi pada 17 Januari 2020, berupa kenaikan jumlah Gempa Vulkanik Dangkal,” tutur Hendra.
Evaluasi Gunung Ijen
Hendra mengungkapkan, hasil evaluasi aktivitas Gunungapi Ijen secara visual, pada periode 1 – 31 Desember 2023 gunung terlihat jelas hingga tertutup kabut. Teramati asap kawah utama berwarna putih dengan intensitas tipis tinggi sekitar 50-300 meter dari puncak.
“Cuaca cerah hingga hujan, angin lemah hingga sedang ke arah timur dan barat, suhu udara sekitar 18-33C. Kelembapan 41-94%, bualan gas danau tidak nampak. Namun, warna air danah kawah hijau muda, asap solfatara putih tebal dengan tekanan lemah hingga sedang, bau gas belerang tercium sedang,” ungkapnya.
Secara instrumental, Hendra menuturkan, hasil pengamatan Gunung Ijen, pada periode 1-31 Desember 2023 terekam 168 kali gempa hembusan dengan amplitudo 3-30 mm, dan lama gempa 9-56 detik. 1 kali tremor non-harmonik dengan amplitude 16 mm, dan lama gempa 583 detik.
“2 kali gempa low frequency dengan amplitudo 14 sampai 16 mm, dan lama gempa 17 sampai 51 detik. 151 gempa vulkanik dangkal dengan amplitudo 3 sampai 46 mm, dan lama gempa 5 sampai 24 detik. 6 kali gempa vulkanik dalam dengan amplitudo 8-44 mm, S-P 1 sampai 1.42 detik dan lama gempa 7 sampai 12 detik,” beber Hendra.
“Kemudian, 12 kali gempa tektonik lokal jauh dengan amplitudo 6 sampai 46 mm, S-P 1 sampai 9.78 detik dan lama gempa 9 sampai 124 detik. 79 kali gempa tektonik jauh dengan amplitudo 3 sampai 46 mm, S-P 11 sampai 69 detik dan lama gempa 34 sampai 639 detik, 31 kali gempa tremor menerus dengan amplitudo 0.5 sampai 5 mm, dominan 3 mm,” sambung Hendra.
Sedangkan, hasil evaluasi potensi bahaya Gunung Ijen, Hendra mengatakan, peningkatan aktivitas di Kawah Ijen sering kali ditandai oleh perubahan warna air danau kawah dari hijau menjadi hijau keputih-putihan. Hal ini terjadi akibat naiknya endapan dari dasar danau ke permukaan oleh adanya tekanan gas yang kuat dari dasar danau.
“Suhu air kawah ijen juga akan meningkat seiring dengan meningkatnya tekanan atau konsentrasi gas yang keluar dari dasar danau. Dalam kondisi meningkatnya aktivitas Kawah Ijen, biasanya gelembung-gelembung gas di permukaan air kawah akan muncul,” kata Hendra.
Secara visual, Hendra menjelaskan, saat ini bualan gas di permukaan danau tidak nampak, warna air danau normal (hijau toska), suhu air danau 39,3C atau menunjukkan penurunan sejak Juli 2023. Pengamatan gempa-gempa vulkanik dangkal cenderung menurun sejak Februari 2023, demikian pula jumlah gempa hembusan menurun sejak Juli 2023.
“Potensi bahaya yang biasa ditimbulkan dari aktivitas vulkanik di Gunung Ijen saat ini adalah gas vulkanik dengan konsentrasi tinggi dari solfatar di dinding kawah ijen, dan difusi gas vulkanik dari dalam kawah yang keluar ke permukaan, serta erupsi freatik berupa semburan gas dari danau kawah. Erupsi freatik bisa terjadi tanpa didahului oleh peningkatan aktivitas baik visual maupun kegempaan,” pungkas Hendra.
Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO