Menu


Jamu Jadi Warisan Budaya UNESCO, Profesor Unair: Jangan Ragu Minum Jamu

Jamu Jadi Warisan Budaya UNESCO, Profesor Unair: Jangan Ragu Minum Jamu

Kredit Foto: Wikimedia Commons/Dyah Umiyarni

Konten Jatim, Surabaya -

Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan (UNESCO) telah menetapkan jamu sebagai warisan budaya sehat dari Indonesia. Artinya, UNESCO mengakui bahwa dengan meminum jamu dapat membuat orang Indonesia sehat. 

Keputusan ini merupakan hal yang sangat luar biasa menurut sudut pandang Prof Dr Mangestuti Agil MS selaku Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya.

Menyoroti hal tersebut, Prof Mangestuti berpendapat untuk tidak adanya keraguan dalam diri untuk meminum jamu. Dengan beredarnya informasi yang tidak benar terkait minum jamu, mulai saat ini harus meyakini dan bisa memberikan penjelasan agar tidak ada penolakan untuk meminum jamu.

Keputusan yang telah ditetapkan oleh UNESCO membuat seluruh lapisan masyarakat tidak terkecuali generasi muda untuk ikut andil berperan melestarikan jamu sebagai budaya sehat.

Menurut Prof Mangestuti generasi muda harus dalam keadaan sehat selalu. Konsumsi jamu harus tetap diimbangi dengan penerapan pola hidup yang sehat.

“Ramuan jamu jangan dipandang sebagai obat. Kalau kita pandang sebagai obat kita hanya minum kalau kita sakit. Itu yang agak kurang tepat menurut saya.” jelas Prof Mangestuti.

Lebih lanjut, Prof Mangestuti juga menyampaikan generasi muda harus mau mencoba memanfaatkan bahan alam ramuan jamu dengan disertai kondisi yang menunjang kerja bahan jamu tersebut.

“Kalau tubuh kita sudah berada dalam keadaan tidak seimbang. Supaya jadi seimbang kita harus bantu, pola hidup sehat.” ungkapnya.

“Pak Menteri Kesehatan bilang, jamu ada vitamin, mineral. Bukan cuma itu. Ada zat khusus ada dalam bahan alam namanya zat bioaktif. Nah contoh zat bioaktif antara lain golongan alkaloid, terpenoid, fenol. Golongan-golongan begitu yang tidak ada di obat sintesis.” tambahnya.

Melihat keadaan sekitar, Guru Besar Fakultas Farmasi itu menyadari anak-anak muda saat ini tidak sedikit yang mengembangkan usaha untuk membuka kios jamu. Mengomentari beberapa produk yang sering ditemukan, bahan herbal yang diracik dan dicampur susu atau soda belum dapat disebut jamu, melainkan minuman herbal yang berasal dari bahan alam.

“Misalnya minuman rosella, rosella warnanya kan merah kaya sirup gitu. Oh itu bagus banget, tapi bukan minuman jamu, itu minuman herbal. Jadi paling tidak dengan minum bahan herbal mengurangi bahan kimia yang masuk ke tubuh kita.” terangnya.

Menanggapi gerakan minum jamu yang dicanangkan kemenkes, menurut Prof Mangestuti perlu dilakukan pemupukan dibantu dengan pendidikan melalui keluarga. Tidak hanya itu, melihat masa kini media massa juga berperan penting untuk menampilkan figur-figur yang rajin minum jamu.

“Kemudian peran tenaga kesehatan dalam segala sektor, tenaga kesehatan siapa saja dokter, farmasi, perawat semua itu perlu lebih paham minum jenis jamu atau ramuan dan dengan dalam menerapkan pola hidup sehat.” pungkasnya.

Prof Mangestuti berharap kedepannya sebagai bangsa indonesia di segala lapisan masyarakat dan kepemimpinan dapat mewujudkan cita-cita bangsa indonesia yang sehat jasmani dan rohani.

Sebagai pusat aktivitas intelektual, pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat harus memegang peran. Salah satunya program pendidikan untuk tenaga kesehatan khusus obat tradisional.

Karena seperti di negara india, jepang, china itu ada sekolah khusus yang menghasilkan dokter obat tradisional negara mereka. 

Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO