Pidato Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) di Kota Semarang yang sempat viral di media sosial berisi ucapan 'amin' dalam salat yang dikaitkan dengan politik.
Zulhas menyatakan, di tahun politik perubahan sosial terjadi di masyarakat, contohnya ada orang yang tidak mengucapkan 'amin' setelah imam salat membacakan surat Al-Fatihah.
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Anwar Iskandar angkat bicara mengenai pernyataan Zulhas tersebut.
Menurut ulama yang akrab disapa Gus War tersebut, mengucapkan kata 'amin' di ujung surat Al-Fatihah merupakan sunnah.
“Suatu kalimat yang disunnahkan oleh syariat untuk dibunyikan setelah orang membaca waladholin atau ketika orang berdoa. Itu hukumnya sunnah, aslinya seperti itu,” kata Gus War, dikutip dari Suara Jatim.
Pengasuh Ponpes Al-Amien Kediri itu menjelaskan, kata 'amin' pada penghujung Surat Al-Fatihah memiliki makna mudah-mudahan Allah swt., mengabulkan permintaan saya, orang tua saya, dan guru-guru saya.
Gus War melanjutkan, kata 'amin' telah ada sejak zaman dulu. Sebelum partai-partai dan Indonesia ada. Ucapan tersebut akan terus dilafalkan sampai kiamat. Karena itu, dia meminta untuk tidak dipolitisir.
Menurutnya, jemaah salat yang tidak menyebut bacaan amin di akhir bacaan Al-Fatihah merupakan hal biasa.
“Jadi itu biasa saja tidak ada urusannya sama Anies-Muhaimain. Tidak mengucapkan, tidak berarti salatnya tidak sah, nggak ada urusannya sama politik. Bisa saja orang itu diam karena mulutnya sakit atau apa. Jadi nggak ada urusan, tidak ada larangan orang mengucapkan atau tidak dan tidak ada urusannya sama politik," katanya.
Dia meminta kata 'amin' tidak dikaitkan dengan Anies-Muhaimin yang juga memiliki singkatan 'AMIN'.
“Akhir-akhir ini dalam rangka pilpres ada calon presiden dan wakil presiden, kebetulan namanya satunya Anies, wakilnya Muhaimin untuk memudahkan kemudian disingkat jadi AMIN, artinya Anies dan Muhaimin. Tetapi dua kalimat ini tidak sama. Yang satu itu nuansa agama murni, yang satu nuansa politik pilpres 2024,” lanjutnya.
Pihaknya meminta agar masyarakat tidak berpolemik mengenai kata 'amin' tersebut. Termasuk tidak melebih-lebihkannya.
“Nah kemudian akhir-akhir ini pak Kiai Abdul Somad, Ustad Adi Hidayat juga Pak Anies Baswedan dan terakhir Pak Zulhas membuat candaan dengan mengait-ngaitkan orang yang sedang solat karena cintanya pada paslon tertentu, kemudian tidak mau mengucapkan Amin. Bahkan saya lihat di video Pak Kiai Somad menampilkan berbagai mazhab tentang jari yang diucapkan ketika tahiyat. Bagaimana Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i dan lain-lain,” ungkapnya.
“Bahkan terakhir candaaan Kiai Somad tentang orang yang mendukung calon tertentu, ketika tahiyat tidak pakai satu jari tapi dua jari, itu bercandaan,” tegasnya.
Pun demikian, Gus War tetap mengingatkan agar semua pihak, termasuk capres dan cawapres berhati-hati dalam bercanda terutama soal agama. Mengingat situasinya sedang memanas.
“Nah karena ini nuansanya politik sehingga akhirnya jadi ramai. Akhirnya ramai. Tetapi saya berharap bahwa kita ini berhati-hati. Saya minta ketika para ustad ngaji berhati-hati dalam bercanda. Ketika capres berpidato atau bercanda, hati-hati bercanda. Ketika pimpinan partai bercanda dengan diksi-diksi agama saya berharap supaya hati-hati,” tegasnya.
MUI, kata Gus War, melakukan fungsi untuk memberikan nasehat kepada para kiai, ulama, dan politikus untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan diksi-diksi agama.
"Karena ada pepatah mengatakan ‘kalamul imam, imamul kalam’, ucapan pemimpin itu pemimpinnya ucapan. Itu harus hati-hati dampaknya nggak baik kalau nggak hati-hati. Agama itukan memberi nasehat, kata Rasulullah agama itu nasehat. Nasehat kepada pemimpin dan rakyat, para pemimpin, politisi, dai, ulama dinasehati Rasulullah agar hati-hati. Karena tajamnya mulut lebih berbahaya daripada tajammya pisau,” katanya.
Terakhir, Gus War meminta seluruh masyarakat Indonesia tetap menjaga persatuan di tahun politik.