Menu


Kisah Candi Tikus Trowulan Mojokerto, Ditemukan Gara-gara Warga Gagal Panen!

Kisah Candi Tikus Trowulan Mojokerto, Ditemukan Gara-gara Warga Gagal Panen!

Kredit Foto: Instagram/Trowulan Mojokerto

Konten Jatim, Surabaya -

Selain terkenal dengan julukan Kota Onde-onde, Mojokerto juga menyimpan ragam destinasi wisata yang menarik.

Mulai dari destinasi wisata alam, sejarah, dan wisata wahana yang memacu adrenalin, ada lengkap di Mojokerto.

Masuk dalam wilayah kabupaten yang letaknya di sebelah barat daya Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur.

Wilayah ini pertama kali diresmikan pada tanggal 9 Mei 1923, dan jadi wilayah tertua ke-10 di Provinsi Jawa Timur.

Tak banyak yang tahu, ternyata Mojokerto punya banyak peninggalan-peninggalan bersejarah yang sampai saat ini bisa dikunjungi, salah satunya adalah Candi Tikus.

Candi Tikus merupakan candi yang sangat populer di Trowulan, Mojokerto. 

Terletak di Dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, candi ini bisa dengan mudah dikunjungi wisatawan baik mancanegara maupun wisatawan domestik.

Ternyata, ada cerita unik saat candi ini pertama kali ditemukan. 

Sejarah Candi Tikus

Sejarahnya, candi ini pertama kali ditemukan oleh warga setempat yang merasa terganggu akibat koloni tikus menyerang pertanian warga.

Akibatnya, persawahan adi rusak dan warga mengalami gagal panen. Karena gagal panen, warga pun mengalami kerugian materi yang turun drastis.  

Warga yang gerah, akhirnya melaporkan kejadian tersebut ke pihak pemerintah setempat.

Hingga pada tahun 1914, RAA Kromojoyo Adinegoro, Bupati Mojokerto pada waktu itu, memerintahkan aparat desa untuk membabat habis tikus-tikus yang ada.

Saat sedang membabat habis koloni tikus, salah seorang aparat melihat para koloni tikus masuk ke dalam lubang berupa gundukan tanah.

Akhirnya, Kromojoyo memerintahkan para aparat untuk membongkar gundukan tersebut.

Tanpa disangka, setelah gundukan itu dibongkar, ditemukan sebuah bangunan Candi yang tertimbun dalam tanah dan dijadikan sarang oleh para tikus.  

Karena kejadian tersebut, akhirnya bangunan candi ini diberi nama warga setempat dengan nama Candi Tikus.

Konon, diperkirakan candi ini dibangun di abad ke 13 sampai 14, karena miniatur menaranya menunjukan ciri arsitektur pada masa itu.

Dilihat dari bentuknya, candi ini memiliki petirtaan atau kolam di sekitarnya.

Hal tersebut, mengundang perdebatan para pakar sejarah dan arkeolog, mengenai fungsi Candi Tikus yang sebenarnya.

Para pakar berpendapat, candi ini dulunya merupakan petirtaan, atau tempat mandi keluarga raja.

Namun, ada pendapat pakar lain yang mengatakan bahwa candi ini merupakan tempat penampungan dan penyaluran air untuk keperluan penduduk Trowulan.

Tak hanya itu, ternyata menara Candi Tikus juga memunculkan perdebatan.

Dari seluruh perdebatan yang ada, menara di tengah bangunan, yang dikelilingi dengan 8 menara sejenis berukuran lebih kecil, dan dikelilingi dinding kaki bangunan berjajar 17, serta pancuran berbentuk bunga teratai dan makara itu berfungsi sebagai tempat pemujaan masyarakat setempat. 

Hal menarik lainnya adalah adanya dua jenis batu bata berukuran berbeda, yang digunakan untuk membangun Candi Tikus.

Terdiri atas susunan bata merah berukuran besar, yang dilapisi dengan susunan bata merah berukuran lebih kecil.

Tak hanya itu, pancuran air di Candi Tikus juga terbagi menjadi dua, yakni satunya terbuat dari batu bata dan satu lagi terbuat dari batu andesit.

Khazanah Islam: Masuk Daftar Nominator Warisan Budaya Tak Benda, Reog Ponorogo Segera Diakui UNESCO

Tampilkan Semua Halaman